Tuesday, September 08, 2009

Warga Dayak Resah Penebangan Liar

Kamis, 9 Juli 2009 | 16:11 WITA
BANJARMASIN, KAMIS - Penebangan liar (bangli) yang terjadi di kawasan hutan Pegunungan Meratus, wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel), membuat resah warga Dayak setempat.

"Aktivitas bangli tidak saja merusak hutan, tapi juga jalan desa," kata Kepala Adat Dayak Desa Pambakulan, Kecamatan Batang Alai Timur (BAT), Yudiansyah, di Barabai, ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah, sekitar 165 Kilometer utara Banjarmasin, Kamis (9/7).

Menurut dia, truk pengangkut itu sering memuat kayu dalam jumlah yang berlebihan melampaui daya tampung yang mengakibatkan jalan desa  rusak berat.

Padahal, Kepala Desa Pambakulan, Patrianto, selama ini telah mengeluarkan ketentuan yang melarang truk pengangkut kayu melintas desa mereka. Namun para sopir truk mengaku mengantongi izin membawa kayu melintas jalan desa dari Kepala Desa Natih.

Masih menurut pengakuan para sopir, ungkap Kepala Adat Dayak Pembakulan itu, setiap kali melintas para sopir membayar sejumlah uang kepada Kepala Desa Natih.

Pada kesempatan lain, Ketua Persatuan Masyarakat Adat Dayak (Permada) Kalsel, Johnson Masri, mengatakan, aksi bangli di kawasan hutan desa itu berlangsung lebih dari lima tahun.

Selain menyesalkan ulah oknum aparat yang membiarkan aksi penebangan liar, Ketua Permada Kalsel itu menyatakan prihatin dengan keadaan masyarakat Desa Pambakulan.

Masyarakat Dayak di Desa Pembakulan hanya bisa jadi penonton. Yang menikmati hasil penebangan itu justru orang luar.

Secara berkala, petugas dari Dinas Kehutanan memang melakukan pemeriksaan di kawasan tersebut. Namun hingga kini tidak ada tindakan apapun dari instansi itu, ungkapnya.

Warga Marah, Polisi Lepaskan Tembakan Saat Aruh

Kamis, 9 Juli 2009 | 07:42 WITA

BARABAI, KAMIS - Masyarakat adat Dayak Kaharingan kembali mengancam mengadili tiga anggota Polres Hulu Sungai Tengah secara adat. Anggota polres yang bertugas di pos polisi (Pospol) Batang Alai Timur (BAT) dan Polsek Batang Alai Utara (Batara) itu dinilai melanggar norma adat, karena mengganggu prosesi pesta adat.

Mereka melepaskan tembakan terhadap salah satu warga Dayak, saat masyarakat bersiap menggelar resepsi aruh, di Desa Pembakulan,Kecamatan Batang Alai Utara, Selasa (4/7) dinihari.

Ketua Persatuan Masyarakat Adat Dayak (Permada)  Kalimantan Selatan Jonson Masri mengungkapkan, pihaknya masih menyelidiki kasusitu. "Setelah terbukti melanggar norma adat, kita kembali melaksanakan peradilan adat," katanya didampingi kuasa hukum Permada Kalsel, Saleh.

Menurut Jonson masyarakat adat yang hendak melaksanakan aruh tiga hari sebelum dan sesudah perayaan, harus dalam suasana sakral. Tidak boleh ada suara yang mengejutkan. "Bila itu terjadi bisa  dikenakan sangsi adat," tambahnya.

Namun pantangan tersebut, kata Jonson dilanggar tiga oknum polisi, yang melepaskan tembakan saat hendak menangkap warga dua hari sebelum aruh dilaksanakan.
    "Akibat bunyi yang mengejutkan itu, semua benda yang sebelumnya telah disakralkan di dalam balai adat berupa sangkar, lalai, maligau dan daun anau jadi tidak bermakna lagi, sehingga harus diganti. Padahal benda itu sangat sulit dicari karena waktunya harus pas,' tambahnya.

"Kita akan meminta kapolres HST (AKBP Joko Purwanto) memberi izin melaksanakan peradilan adat itu. Mengenai waktu dan tempatnya ditentukan kemudian," katanya.

Setelah Hukum Adat, Anggota Buser Tetap Diproses

Rabu, 8 Juli 2009 | 06:59 WITA
BARABAI, RABU - Meski telah menjalani sidang pengadilan hukum adat Dayak Kaharingan dan divonis denda 20 tahil (Rp 6 juta), empat anggota Polres Hulu Sungai Tengah, Brigadir JMS, Nor, Bib dan RL belum lepas dari jeratan hukum.

Empat anggota Polres yang diduga melakukan penganiayaan dan pelecehan terhadap salah satu tahanannya, Zainuddin yang juga anak Kepala Adat Balai Japan, Desa Mianau, Kabupaten Balangan tetap dikenakan sanksi disiplin kepolisian.

Pelaku dilaporkan ke provost dan sudah diperiksa,"kata Kapolres HST AKBP Joko Purwanto, Selasa (7/7). Joko mengakui semua kejadian itu merupakan kekhilafan anggotanya. "Sebagai pemimpin kami minta maaf kepada masyarakat adat Dayak Kaharingan,"katanya.

Proses hukum bagi Zainuddin pun tetap dilanjutkan karena dia dinilai melanggar Undang-Undang Darurat mengenai Kepemilikan Senjata Tajam.

Kuasa Hukum Lembaga masyarakat adat Dayak, Persatuan Masyarakat Adat Dayak (Permada) Kalsel, Saleh mengakui, hukum adat yang dilaksanakan di gedung DPRD HST, Senin (6/7), hanya menghukum pelaku secara adat.

"Sedangkan hukum negara tetap ditegakan, baik mengenai penganiaan korban, maupun mengenai kepemilikan senjata tajamnya,"kata Saleh.

Meski telah di jatuhi vonis 20 tahil, empat anggota buser mengakui kesalahannya dan menerima vonis hukum adat, membayar tahil sesuai hasil persidangan hukum adat, Senin kemarin.

"Kami tak berniat menyakiti, karena kami sudah bertindak profesional dengan menginterogasi pelaku. Tapi kami tetap minta maaf atas kejadian itu," kata Brigadir JMS mewakili tiga rekannya.

Empat anggota buru sergap (buser) Polres HST Brigadir JMS, Nor, Bib dan RL dijatuhi vonis 20 tahil oleh masyarakat adat  karena dinilai terbukti melanggar norma adat Dayak Karingan. Keempatnya didakwa menganiaya dan melecehkan warga adat Zainudin dengan menyulut rokok di kemaluannya, saat Zainuddin ditahan.

Zainuddin ditangkap di Desa Karatungan, Kecamatan Limpasu, HST, Sabtu (20/6) karena kasus kepemilikan senjata tajam sehingga di tahan di Mapolres HST. Dalam masa penahanan inilah Zainuddin diduga dianiaya oleh keempat terdakwa.

Polisi Divonis Hukum Adat 20 Tahil

Selasa, 7 Juli 2009 | 08:22 WITA
BARABAI, SELASA - Empat anggota buru sergap (buser) Polres Hulu Sungai Tengah Brigadir JMS, Nor, Bib dan RL dijatuhi vonis 20 tahil (pasal/denda) oleh masyarakat adat. Vonis itu dijatuhkan dalam sidang pengadilan hukum adat Dayak Kharingan di gedung DPRD setempat, Senin (6/7).

Selain membayar denda Rp 6 juta (Satu tahil Rp 300 ribu) kepada masyarakat adat, empat "terdakwa" diwajibkan membayar Piduduk (ganti rugi barang berupa beras, telur, gula merah, kelapa, jarum, benang) kepada masyarakat adat.

Pengadilan hukum adat itu dilaksanakan karena keempat terdakwa dinilai melanggar norma adat, yaitu melakukan penganiayaan dan tindakan melangar kesusilaan terhadap anak Kepala Adat Balai Japan, Desa Mianau, Kabupaten Balangan, Zainudin.

Zainuddin ditangkap di Desa Karatungan, Kecamatan Limpasu, HST, Sabtu (20/06) karena kasus kepemilikan senjata tajam. Dia ditahan di Mapolres HST. Dalam masa penahanan itulah Zainuddin diduga dianiaya oleh terdakwa.

Selain itu dia dilaporkan telah dilecehkan dengan cara hidung, ketiak serta kemaluannya disulut pakai puntung rokok dan mancis hinga mengalami luka bakar dan melepuh.

Tidak terima hal itu, masyarakat adat memprotes dan menggelar persidangan adat bagi pelaku. Tidak jauh beda dengan persidangan umum lain, sidang adat menggunakan perangkat hukum adat seperti hakim adat, penuntut hukum adat serta majelis hakim adat.   

Bedanya, penegak hukumnya menggunakan aksesoris adat Dayak berupa laung (penutup kepala), gapung (babat) serta sambi-sambi (sarung yang dilingkarkan di pinggang).

Sebelum dimulai, sidang adat yang dihadiri damang dan kepala suku adat se- Kalimantan Selatan serta Kapolres HST, AKBP Joko Purwanto dan jajarannya, dilakukan ritual adat.

Damang dan sesepuh serta kepala adat itu melakukan pemotongan ayam hitam. Darahnya diminum sebagai doa untuk kelancaran sidang. "Alat kelamin merupakan hal yang kami jaga dan hormati. Sehinga kami berkewajiban mengadili pelaku yang melecehkan warga kami," kata Jhonson Masri, majelis hakim.

Sidang dilanjutkan dengan memintai keterangan korban dan keempat pelaku oleh penuntut hukum adat dan pertimbangan hukum adat yang masing-masing berjumlah tiga orang. Setelah hampir dua jam persidangan, majelis hakim adat menjatuhkan hukuman 20 tahil bagi keempat pelaku. Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan penuntut  hukum adat, yang meminta 45 tahil.

Meski dipadati sejumlah masyarakat adat, persidangan  berlangsung tertib dan lancar. Jhonson Masri mengatakan sidang ini mefrupakan sidang pertama kali dilaksanakan diluar balai adat.