Wednesday, June 27, 2007

Bupati Balangan Diprotes Soal Tambang Bijih Besi, Dayak Pitap Emosi

Rabu, 20 Juni 2007

BANJARBARU ,- Rencana pertambangan biji besi yang dilakukan PT Saribumi Sinarkarya di kawasan wilayah Dayak Pitap Awayan, Balangan nampaknya bakal berbutut panjang dan rawan pertumpahan darah. Pun jauh-jauh hari warga Dayak Pitap secara tegas menolak dikeluarkan Kuasa Pertambangan (KP) eskploitasi biji besi itu, tampaknya membuat PT Saribumi Sinarkarya (SS) makin nekat saja. Akibat kenekatan itu, warga Dayak Pitak, panas dan tak tenang lagi.

Puncaknya terjadi pada Rabu (6/6) malam lalu, yang mana warga Dayak Pitap menghadang tim survey PT Saribumi Sinarkarya yang berniat melihat lokasi jalan. Saat melihat kedatangan tim survey itu, kemarahan warga tak terbentung lagi dan nyaris terjadi pertumpahan darah.

Celakanya, dalam tim survey itu juga terdapat seorang warga dayak, bukan warga Dayak Pitap menjadi penanggung keamanan. Meski begitu, puluhan warga Dayak Pitap tak gentar dan nyaris menyerang tim survey dengan berbagai senjata. Untungnya, aksi itu dapat direndam dan diselesaikan damai. Pun begitu, secara tegas ratusan warga dayak mengusir rombongan tim survey.

“Kami tetap menolak rencana pertambangan itu. Apapun resikonya, kami tidak pernah mencabut,” kata Murdi, Kepala Adat Dayak Pitap yang meminta bantuan advokasi ke Walhi Kalsel, kemarin.

Disebutkan Murdi, terbitnya KP Eksploitasi yang kini dikatongi PT Saribumi Sinarkarya itu rawan menimbulkan konflik di daerah. Pasalnya, sejak awal, warga Dayak Pitap menolak tegas rencana pertambangan di hutan/tanan turunan yang kini digunakan untuk berkebun karet dan peladangan padi warga.Disamping itu juga, kawasan yang bakal ditambang itu adalah wilayah keramat yang selama ini dihormati.

Warga juga menyayangkan sikap Bupati Balangan Sefek Effendy yang cenderung bersikap memihak kepada PT Sinarbumi dengan menerbitkan KP tersebut. Apalagi, dalam berbagai kesempatan warga berupaya untuk bertemu dengan Bupati membicarakan persoalan penolakan tersebut. Bahkan, pada 18 Juni lalu, perwakilan warga sempat diundang Bupati. Tapi, justru sebaliknya warga yang diundang malah dicueki Bupati dan tak mau menemui dengan alasan ada undangan selamatan.

“Kami sudah datang ke kantor Bupati sebagaimana undangan, justru Bupati tak ada ditempat. Ini sama saja mempermainkan warga yang sejak semula berniat membicarakan persoalan yang ada. Untuk itu, sejak kini kami tak ada lagi kepentingan dan urusan dengan bupati lagi,” timpal Syahruni, warga Dayak Pitap lainnya.

Sementara itu, Walhi Kalsel menanggapi serius persoalan yang kini dirasakan warga Dayak Pitap ini. Bahkan, Walhi secara tegas menyalahkan Bupati bila nantinya terjadi konflik antar warga.

“Kalau terjadi konflik, orang pertama yang ditangkap adalah Bupati. Bupati-lah yang punya kekuasaan mengatur masyarakat lewat beberapa aturannya, salahnya satunya dengan menerbitkan KP itu,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Berry N Furqon.

Seharusnya, jelas Berry, Bupati bisa melakukan pendekatan-pendekatan dan menyelami permasalahan yang kini dirasakan warga, bukan sebaliknya membuat suasanya semakin memanas. Untuk itu, Walhi akan semaksimal mungkin memfasilitasi warga untuk mempertahankan hak dan kewajiban warga Dayak Pitap. (mul)

Sunday, June 17, 2007

Tarian Dayak Terancam Punah

Sunday, 10 June 2007 01:44

TANJUNG, BPOST - Sejumlah tokoh adat di Desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong berharap pemerintah turut campur dalam melestarikan budaya dayak rumpun Manyan, dengan memasukkan tarian adat dayak ke dalam kurikulum tambahan di sekolah-sekolah.

2008 Masuk Muatan Lokal

Ardi Nantau, warga dayak yang masih kuat menganut Kaharingan mengingatkan masyarakat agar memisahkan kesenian dayak dengan kepercayaan kaharingan. Menurutnya, masih banyak kesenian yang bersifat menghibur namun tetap menunjukkan keagungan budaya masyarakat dayak.

"Memang asal budaya ini dimulai dari nenek moyang yang menganut kaharingan. Tapi tidak peduli kepercayaan apa, pelestarian tetap penting. Kalau kita terpaku pada hal itu, kita akan kehilangan budaya kita yang besar," tandasnya.

Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tabalong Abdel Fadillah, mengatakan pihaknya memang sudah merencanakan memasukkan kesenian dayak sebagai pelajaran tambahan baik di sekolah tingkat dasar dan atas. "Sekarang tahap identifikasi kesenian dayak khas yang dapat diajarkan kepada siswa. Target kami 2008 sudah masuk muatan lokal di sekolah-sekolah," tandasnya. nda

Mereka menilai, makin sulit mencari generasi muda yang mahir membawakan tarian dayak warisan leluhur yang sakral. Dikhawatirkan budaya daerah ini hilang karena kalah dengan budaya luar.

"Sekarang banyak anak muda lebih suka hal yang berbau modern seperti band dan musik dangdut," keluh Andreas, tokoh seniman yang juga Ketua Sanggar Tari Mantunen Desa Warukin, akhir pekan tadi.

Dengan menyenangi musik dan tarian modern, ia menilai pemuda dayak Tabalong sulit tampil di even nasional apalagi internasional. Berbeda bila mereka memperdalam kesenian adat warisan leluhur yang selalu mendapat tempat terhormat di kalangan seniman maupun masyarakat umum dalam dan luar negeri.

Ia optimis dijadikannya tarian dayak sebagai salah satu mata pelajaran wajib di sekolah akan membantu pelestarian budaya dayak Manyan di Tabalong.

"Tari adat yang kita kembangkan sudah dimodifikasi agar lebih diterima dan fleksibel penampilannya. Jadi tidak ada lagi hubungannya dengan ritual suku dayak yang dulu menganut Kaharingan," paparnya.

Disebutkan Andreas tarian adat yang kini dalam kondisi kritis pelestariannya seperti tari giring-giring atau tarian menyambut tamu, tari gelang dadas dan bawu, tari selendang, tari bundar dan tari mandau yang biasanya ditarikan saat perang atau saat upacara pendirian baluntang.

Tarian tersebut sulit dikembangkan karena biasanya hanya ditampilkan saat ritual adat. Musik ini konon sarat dengan mistik yang bisa membuat kesurupan. Di Desa Warukin, saat ini relatif sulit mencari anak-anak muda yang mau belajar tarian dayak. Sanggar tari Mantunen yang berubah nama menjadi Batung Mirah Putut Belang San Solokan Lawe merupakan satu-satunya sanggar tari yang masih bertahan dengan anggota cuma 30 orang.nda

Tuesday, June 05, 2007

Balai Adat, Multi Fungsi!

Selasa, 5 Juni 2007

Oleh: Hariyadi*

Radar Banjarmasin- opini- BALAI adat bagi masyarakat Dayak Meratus mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Keberadaan balai menjadi begitu penting dikarenakan semenjak masyarakat dayak mengubah kehidupan mereka yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain menjadi kehidupan yang menetap. Ketika masyarakat berpikir untuk menetap pada suatu tempat yang dianggap mereka cocok maka mereka juga berpikir untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal bagi keluarga mereka.

Kemudian timbul kebutuhan dari mereka akan suatu tempat tertentu yang digunakan sebagai tempat penyelenggara upacara-upacara adat dan ritual yang berhubungan dengan agama yang mereka anut, dari sinilah tempat itu yang kemudian menjadi tempat upacara yang dikenal dengan rumah adat atau balai adat.

Banyak orang mengira, balai adat hanya digunakan sebagai tempat melaksanakan upacara-upacara adat orang-orang dayak, tapi kalau kita lihat masyarakat Dayak Meratus yang bermukim di daerah Pegunungan Meratus ternyata balai adat atau rumah adat ini mempunyai beberapa fungsi. Bukan hanya sebagai tempat ritual keagamaan yang biasanya rutin mereka gelar dalam beberapa bulan seperti mengadakan upacara mengawali musim tanam, upacara bapalas, upacara panen, perkawinan, kematian dan lain-lain. Dan biasanya dalam upacaranya ini tidak hanya dihadiri oleh komunitas suku Dayak itu sendiri tetapi juga oleh masyarakat luar bahkan turis asing pun terkadang datang untuk menyaksikan upacara adat ini.

Selain sebagai tempat ritual keagamaan ternyata balai adat ini juga mempunyai fungsi sebagai tempat sosialisasi dan interaksi masyarakat Dayak meratus yang bermukim di rumah balai tersebut, baik membicarakan masalah yang bersifat hanya di lingkungan keluarga maupun juga masalah yang bersifat umum, yang biasanya dibahas secara terbuka dengan dihadiri oleh seluruh anggota dan dipimpin oleh ketua adat.

Fungsi lain balai adat adalah sebagai tempat tinggal. Rumah balai dibagi atas beberapa kamar yang setiap kamarnya dihuni oleh satu keluarga. Namun bila seandainya keluarga tersebut ingin menambah kamar mereka dapat melakukan dengan membentuk bangunan baru yang sejajar dengan bangunan atau kamar lama ke arah luar.

Selain fungsinya sebagai tempat melakukan upacara-upacara ritual keagamaan, sebagai tempat sosialisasi dan interaksi antara masyarakat dayak dan juga sebagai tempat tinggal, masih terdapat fungsi yang lain tetapi tidak begitu terlalu menonjol dibandingkan fungsi di atas.***

*) Mahasiswa Sejarah FKIP Unlam