Tuesday, September 08, 2009

Warga Dayak Resah Penebangan Liar

Kamis, 9 Juli 2009 | 16:11 WITA
BANJARMASIN, KAMIS - Penebangan liar (bangli) yang terjadi di kawasan hutan Pegunungan Meratus, wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel), membuat resah warga Dayak setempat.

"Aktivitas bangli tidak saja merusak hutan, tapi juga jalan desa," kata Kepala Adat Dayak Desa Pambakulan, Kecamatan Batang Alai Timur (BAT), Yudiansyah, di Barabai, ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah, sekitar 165 Kilometer utara Banjarmasin, Kamis (9/7).

Menurut dia, truk pengangkut itu sering memuat kayu dalam jumlah yang berlebihan melampaui daya tampung yang mengakibatkan jalan desa  rusak berat.

Padahal, Kepala Desa Pambakulan, Patrianto, selama ini telah mengeluarkan ketentuan yang melarang truk pengangkut kayu melintas desa mereka. Namun para sopir truk mengaku mengantongi izin membawa kayu melintas jalan desa dari Kepala Desa Natih.

Masih menurut pengakuan para sopir, ungkap Kepala Adat Dayak Pembakulan itu, setiap kali melintas para sopir membayar sejumlah uang kepada Kepala Desa Natih.

Pada kesempatan lain, Ketua Persatuan Masyarakat Adat Dayak (Permada) Kalsel, Johnson Masri, mengatakan, aksi bangli di kawasan hutan desa itu berlangsung lebih dari lima tahun.

Selain menyesalkan ulah oknum aparat yang membiarkan aksi penebangan liar, Ketua Permada Kalsel itu menyatakan prihatin dengan keadaan masyarakat Desa Pambakulan.

Masyarakat Dayak di Desa Pembakulan hanya bisa jadi penonton. Yang menikmati hasil penebangan itu justru orang luar.

Secara berkala, petugas dari Dinas Kehutanan memang melakukan pemeriksaan di kawasan tersebut. Namun hingga kini tidak ada tindakan apapun dari instansi itu, ungkapnya.

Warga Marah, Polisi Lepaskan Tembakan Saat Aruh

Kamis, 9 Juli 2009 | 07:42 WITA

BARABAI, KAMIS - Masyarakat adat Dayak Kaharingan kembali mengancam mengadili tiga anggota Polres Hulu Sungai Tengah secara adat. Anggota polres yang bertugas di pos polisi (Pospol) Batang Alai Timur (BAT) dan Polsek Batang Alai Utara (Batara) itu dinilai melanggar norma adat, karena mengganggu prosesi pesta adat.

Mereka melepaskan tembakan terhadap salah satu warga Dayak, saat masyarakat bersiap menggelar resepsi aruh, di Desa Pembakulan,Kecamatan Batang Alai Utara, Selasa (4/7) dinihari.

Ketua Persatuan Masyarakat Adat Dayak (Permada)  Kalimantan Selatan Jonson Masri mengungkapkan, pihaknya masih menyelidiki kasusitu. "Setelah terbukti melanggar norma adat, kita kembali melaksanakan peradilan adat," katanya didampingi kuasa hukum Permada Kalsel, Saleh.

Menurut Jonson masyarakat adat yang hendak melaksanakan aruh tiga hari sebelum dan sesudah perayaan, harus dalam suasana sakral. Tidak boleh ada suara yang mengejutkan. "Bila itu terjadi bisa  dikenakan sangsi adat," tambahnya.

Namun pantangan tersebut, kata Jonson dilanggar tiga oknum polisi, yang melepaskan tembakan saat hendak menangkap warga dua hari sebelum aruh dilaksanakan.
    "Akibat bunyi yang mengejutkan itu, semua benda yang sebelumnya telah disakralkan di dalam balai adat berupa sangkar, lalai, maligau dan daun anau jadi tidak bermakna lagi, sehingga harus diganti. Padahal benda itu sangat sulit dicari karena waktunya harus pas,' tambahnya.

"Kita akan meminta kapolres HST (AKBP Joko Purwanto) memberi izin melaksanakan peradilan adat itu. Mengenai waktu dan tempatnya ditentukan kemudian," katanya.

Setelah Hukum Adat, Anggota Buser Tetap Diproses

Rabu, 8 Juli 2009 | 06:59 WITA
BARABAI, RABU - Meski telah menjalani sidang pengadilan hukum adat Dayak Kaharingan dan divonis denda 20 tahil (Rp 6 juta), empat anggota Polres Hulu Sungai Tengah, Brigadir JMS, Nor, Bib dan RL belum lepas dari jeratan hukum.

Empat anggota Polres yang diduga melakukan penganiayaan dan pelecehan terhadap salah satu tahanannya, Zainuddin yang juga anak Kepala Adat Balai Japan, Desa Mianau, Kabupaten Balangan tetap dikenakan sanksi disiplin kepolisian.

Pelaku dilaporkan ke provost dan sudah diperiksa,"kata Kapolres HST AKBP Joko Purwanto, Selasa (7/7). Joko mengakui semua kejadian itu merupakan kekhilafan anggotanya. "Sebagai pemimpin kami minta maaf kepada masyarakat adat Dayak Kaharingan,"katanya.

Proses hukum bagi Zainuddin pun tetap dilanjutkan karena dia dinilai melanggar Undang-Undang Darurat mengenai Kepemilikan Senjata Tajam.

Kuasa Hukum Lembaga masyarakat adat Dayak, Persatuan Masyarakat Adat Dayak (Permada) Kalsel, Saleh mengakui, hukum adat yang dilaksanakan di gedung DPRD HST, Senin (6/7), hanya menghukum pelaku secara adat.

"Sedangkan hukum negara tetap ditegakan, baik mengenai penganiaan korban, maupun mengenai kepemilikan senjata tajamnya,"kata Saleh.

Meski telah di jatuhi vonis 20 tahil, empat anggota buser mengakui kesalahannya dan menerima vonis hukum adat, membayar tahil sesuai hasil persidangan hukum adat, Senin kemarin.

"Kami tak berniat menyakiti, karena kami sudah bertindak profesional dengan menginterogasi pelaku. Tapi kami tetap minta maaf atas kejadian itu," kata Brigadir JMS mewakili tiga rekannya.

Empat anggota buru sergap (buser) Polres HST Brigadir JMS, Nor, Bib dan RL dijatuhi vonis 20 tahil oleh masyarakat adat  karena dinilai terbukti melanggar norma adat Dayak Karingan. Keempatnya didakwa menganiaya dan melecehkan warga adat Zainudin dengan menyulut rokok di kemaluannya, saat Zainuddin ditahan.

Zainuddin ditangkap di Desa Karatungan, Kecamatan Limpasu, HST, Sabtu (20/6) karena kasus kepemilikan senjata tajam sehingga di tahan di Mapolres HST. Dalam masa penahanan inilah Zainuddin diduga dianiaya oleh keempat terdakwa.

Polisi Divonis Hukum Adat 20 Tahil

Selasa, 7 Juli 2009 | 08:22 WITA
BARABAI, SELASA - Empat anggota buru sergap (buser) Polres Hulu Sungai Tengah Brigadir JMS, Nor, Bib dan RL dijatuhi vonis 20 tahil (pasal/denda) oleh masyarakat adat. Vonis itu dijatuhkan dalam sidang pengadilan hukum adat Dayak Kharingan di gedung DPRD setempat, Senin (6/7).

Selain membayar denda Rp 6 juta (Satu tahil Rp 300 ribu) kepada masyarakat adat, empat "terdakwa" diwajibkan membayar Piduduk (ganti rugi barang berupa beras, telur, gula merah, kelapa, jarum, benang) kepada masyarakat adat.

Pengadilan hukum adat itu dilaksanakan karena keempat terdakwa dinilai melanggar norma adat, yaitu melakukan penganiayaan dan tindakan melangar kesusilaan terhadap anak Kepala Adat Balai Japan, Desa Mianau, Kabupaten Balangan, Zainudin.

Zainuddin ditangkap di Desa Karatungan, Kecamatan Limpasu, HST, Sabtu (20/06) karena kasus kepemilikan senjata tajam. Dia ditahan di Mapolres HST. Dalam masa penahanan itulah Zainuddin diduga dianiaya oleh terdakwa.

Selain itu dia dilaporkan telah dilecehkan dengan cara hidung, ketiak serta kemaluannya disulut pakai puntung rokok dan mancis hinga mengalami luka bakar dan melepuh.

Tidak terima hal itu, masyarakat adat memprotes dan menggelar persidangan adat bagi pelaku. Tidak jauh beda dengan persidangan umum lain, sidang adat menggunakan perangkat hukum adat seperti hakim adat, penuntut hukum adat serta majelis hakim adat.   

Bedanya, penegak hukumnya menggunakan aksesoris adat Dayak berupa laung (penutup kepala), gapung (babat) serta sambi-sambi (sarung yang dilingkarkan di pinggang).

Sebelum dimulai, sidang adat yang dihadiri damang dan kepala suku adat se- Kalimantan Selatan serta Kapolres HST, AKBP Joko Purwanto dan jajarannya, dilakukan ritual adat.

Damang dan sesepuh serta kepala adat itu melakukan pemotongan ayam hitam. Darahnya diminum sebagai doa untuk kelancaran sidang. "Alat kelamin merupakan hal yang kami jaga dan hormati. Sehinga kami berkewajiban mengadili pelaku yang melecehkan warga kami," kata Jhonson Masri, majelis hakim.

Sidang dilanjutkan dengan memintai keterangan korban dan keempat pelaku oleh penuntut hukum adat dan pertimbangan hukum adat yang masing-masing berjumlah tiga orang. Setelah hampir dua jam persidangan, majelis hakim adat menjatuhkan hukuman 20 tahil bagi keempat pelaku. Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan penuntut  hukum adat, yang meminta 45 tahil.

Meski dipadati sejumlah masyarakat adat, persidangan  berlangsung tertib dan lancar. Jhonson Masri mengatakan sidang ini mefrupakan sidang pertama kali dilaksanakan diluar balai adat.

Tuesday, March 03, 2009

3 Desa di Perbatasan Demo Zairullah

Selasa, 27 Januari 2009 | 21:13 WITA

BATULICIN, SELASA - Penurunan plang papan nama Desa Persiapan Dadap Kusan Raya berbuntut panjang. Sekitar 41 warga yang mengatasnamakan warga Desa Persiapan Tamunih dan warga Desa Persiapan Dadap Kusan Raya di wilayah Kecamatan Kusan Hulu serta warga Desa Persiapan Gunung Hatalau Meratus Raya Kecamatan Mantewe mendatangi kantor Bupati Tanah Bumbu (Tanbu) di Gunung Tinggi, Selasa (27/1).

Ketiga warga desa persiapan yang berada di lereng pegununugan meratus itu menyampaikan surat pernyataan sikapnya di hadapan Bupati Tanbu Zairullah Azhar beserta jajarannya kalau Camat Sungai Pinang Kabupaten Banjar dan Kepala Desa Belimbing Lama Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar telah melakukan provokasi massa sehingga warga beraksi menirunkan plang papan nama Desa Persiapan Dadap Kusan Raya.

Aksi itu demo itu dilakukan setelah sebelumnya mereka mendemo Mapolres Tanbu terkait anggota Polres Tanbu yang melakukan pengamanan diusir paksa warga setempat beberapa waktu lalu.

Dihadapan Bupati Tanbu Zairullah Azhar mereka juga membacakan 10 butir sikap mereka yang diantaranya menolak SK Gubernur Kalsel Nomor 3 Tahun 2006 karena telah dibatalkan Mahkamah Agung RI Nomor : 26.P/HUM/2006. 

Selain itu, sikap warga pendemo juga menolak bergabung dengan Kabupaten Banjar dan hanya bersedia menerima pelayanan dari Pemkab Tanbu. Mereka juga memohon Bupati Tanbu mendesak mendagri supaya memberikan keputusan terhadap batas wilayah Kabupaten tanbu dengan Kabupaten Banjar.

Sebagian Warga Masih Pro Kontra

Prokontra warga diwilayah Desa Persiapan Dusun Dadap Kusan Raya, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanbu , terkait status batas wilayah dua kabupaten yang disengketakan diungkapkan Kepala Desa Persiapan Dusun Dadap Kusan Raya, Muji alias Uji (33).

Ditemui sejumlah  wartawan  saat sedang berteduh hujan, Selasa (27/1) disamping kantor Bupati Tanbu, Jl Dharma Praja, Desa Gunung Tinggi, Kecamatan Batulicin, mengatakan  “Kita datang kesini bukan untuk demo tapi hanya ingin mendiskusikan kejelasan masalah tata batas dengan pihak unsur muspida,” katanya dengan logat bahasa banjar Martapura yang mengaku lahir di Sungai Raya Pengaron Kabupaten Banjar ini.

Saat ditanya situasi dan kondisi terakhir didesanya, Muji menjelaskan hampir satu bulan ia tak berada di desanya, lantaran untuk mengamankan diri dulu. Alasanya ia merasa khawatir kalau didatangi preman yang diduga diback up oleh Polisi Resort Kabupaten Banjar.

“Jadi selama hampir satu bulan ini, terkadang saya beristirahat di Sungai Raya Pengarun tempat orang tua saya, terkadang di Banjarmasin, tempat keluarga dan ditempatnya Pa Camat Kusan Hulu, Hamsuri SH,” kata Muji.

Di Desa Persiapan Dadap Kusan Raya, yang dipimpinya bermukim 150 Kepala keluarga (KK) yang terbagi dalam tiga RT, yakni RT.01, RT02 dan RT03, yang rata-rata dari mereka bekerja sebagai petani dan pendulang emas.

Ketika ditanya lebih mendalam apa ada sumber daya alam didesanya, Muji dengan santai menjelaskan “Sepengtahuannya, sekitar 5KM dari Desa Temunih terdapat Biji Besi dan Emas,” katanya seraya mengharapkan keamanan dan kenyaman didesa yang baru dipimpinnyadiajmin pihak kemananan.

Sebelumnya mantan Kapolda Kalsel Brigjen Polisi Halba Rubis Nugroho pernah mengultimatum kedua Bupati, yakni Bupati Tanbu Zairullah Azhar dan Bupati Banjar Khairul Saleh apabila terjadi pertumpahan darah di wilayah perbatasan tersebut, kedua bupati akan ditangkap. (MUKHTAR WAHID/STB)  
Buzz up!

Warga Dayak Meratus Duduki Mapolres Tanbu

Selasa, 27 Januari 2009 | 21:49 WITA

BATULICIN, BPOST - Puluhan warga Dayak Meratus yang berdomisili di Desa Persiapan Hatalau Meratus Raya Kecamatan Mantewe dan Desa Persiapan Tamunih serta Desa Persiapan Dadap Kusan Raya Kecamatan Kusan Hulu, Tanah Bumbu (Tanbu) menduduki Mapolres Tanbu di Desa Tungkaran Pangeran Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Selasa (27/1) sekitar pukul 12.30 wita.

Dalam aksi pendudukan itu dilakukan warga untuk menyampaikan pernyataan sikapnya sebanyak 8 item yang diketik rapi dengan komputer dalam stopmap kertas warna hijau dihadapan Kepala Bagian Operasi Polres Tanbu Komisaris Polisi William Simanjuntak.

Diringi sorak peserta pengunjuk rasa dengan teriakan Betul dan Hidup Pemkab Tanbu. Muka orang nomor tiga di Mapolres Tanbu itu terlihat tak bersahabat. Bahkan terkesan jengkel dengan ulah pengunjuk rasa tersebut.

Usai membacakan kedelapan pernyataan sikap itu, Kabag Ops Polres Tanbu menanyakan apakah pernyataan itu selesai. Maka dijawab juru bicaranya selesai dan diiringi anggota Unit P3D Polres Tanbu, peserta unjuk rasa itu meninggalkan halaman Mapolres Tanbu.

Kejengkelan Kabagops Polres Tanbu diduga aksi unjuk rasa itu, sebelumnya telah dipasilitasi petinggi Mapolres Tanbu melalui perwakilan warga dayak itu yang diterima Wakapolres Tanbu di Aula Rupatama Mapolres Tanbu.

Namun, warga perbatasan itu justru secara terbuka di hadapan sejumlah wartwan membacakan sikapnya dengan nyaring terkait institusi Polres Tanbu, yaitu pengusiran warga Bancing terhadap anggota Polres tanbu yang menurut warga perbatasan bertugas mengamankan desa mereka Desa Persiapan Dadap Kusan Raya.

Warga pengunjuk rasa juga meminta Kapolri Jendral Polisi Bambang Hendarso Danuri untuk mengusut tuntas pelaku yang mempropokasi warga sehingga aksi pengusiran aparat kepolisian yang sedang melakukan tugas pengamanan di Desa Persiapan Dadap Kusan Raya.

Untungnya, unjuk rasa itu tak sampai anarkis. Pasalnya alat-alat unjuk rasa yang telah disiapkan Kasat Samapta Polres Tanbu masih berada di dalam dua truk dalmas yang terpakir di halaman Mapolres Tanbu.  

Menyikapi sikap warga dayak meratus perbatasan Kabupaten Tanbu dan Kabupaten Banjar itu, Kompol William Simanjuntak tak bersedia dimintai komentarnya. Ia hanya menyuruh stafnya agar wartawan mengkonfirmasi dengan Wakapolres Tanbu Komisaris Polisi Arie Fadlani.

Sayangnya, Kompol Arei Fadlani yang akan dikonfirmasi juga tak berada ditempat. Menurut staf Taud Mapolres Tanbu tak ada dikantor, “Wakapolres Tanbu sedang keluar kantor,” kata Sulistiani, staf pegawai harian lepas Kataud Polres Tanbu.

Sengketa Batas Banjar-Tanbu Belum Final

Jumat, 23 Januari 2009 | 22:58 WITA

MARTAPURA, JUMAT - Upaya penyelesaian sengketa batas wilayah antara Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu), Kalsel dinyatakan masih belum final.

Proses penyelesaian sengketa batas wilayah antara Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Bumbu telah dilaksanakan upaya-upaya penyelesaian baik melalui proses dan tahapan sesuai dengan ketentuan UU No2 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan, SK Mendagri Nomor 126/2742/SJ tanggal 27 November 2002 perihal Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Daerah, Ketentuan Pasal 198 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur penyelesaian sengketa penyelenggaraan fungsi pemerintahan dan Pemendagri No1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas.

Dengan berbagai dasar ini Gubernur Kalsel Rudy Ariffin mengambil langkah-langkah penyelesaian sehingga terbitlah SK Gubernur Nomor 03 Tahun 2006 tentang Penetapan Batas Daerah antara Kabupaten Banjar dengan Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan.

Pemkab Tanah Bumbu keberatan atas terbitnya Keputusan Gubernur Nomor 03 Tahun 2006 tersebut sehingga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan Mengajukan Pengujian Materiil Kepada Mahkamah Agung RI.

Sedangkan pemkab Banjar mengajukan permintaan pengujian UU No2 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan ke Mahkamah Konstitusi RI.

Gugatan yang disampaikan oleh pemkab Tanah Bumbu terhadap Keputusan Gubernur No3 Tahun 2006 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin berujung kandas.

Melalui Keputusan nomor 08/G/2006/PTUN.BJM tanggal 31 Mei 200 pengalidan 6 memutuskan bahwa penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaad). Atas Keputusan ini Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. (saiful akhyar)

Polemik Perbatasan PR Kapolsek Baru

Kamis, 15 Januari 2009 | 21:19 WITA

BATULICIN, KAMIS - Polemik perbatasan Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel merupakan pekerjaan rumah Kepala Kepolisian Sektor Kusan Hulu yang baru di wilayah hukum Polres Tanbu.

Hal itu, ditegaskan Kapolres Tanbu Ajun Komisaris Polisi Iriyanto dalam amanatnya saat serah terima jabatan Kapolsek Kusan Hulu dari Iptu Abdul Fattah yang dimutasi menjadi Kaurbinops Satlantas Poltabes Banjarmasin kepada AKP Gunawan, perwira pertama di Mapolres Kotabaru, di halaman Mapolres Tanbu, Kamis (15/1) kemarin.

Usai menyerahkan jabatan kapolseknya, Kapolres Tanbu ALBP Iriyanto melalui Kabag Administarsinya AKP Agus Wahyudi SE diruang kerjanya mengatakan selain soal batas daerah itu, kapolsek Kusan Huklu yang baru diminta menjaga kemananan eilayah setempat terutama menjelang pemilu.

Menurut laporan informasi yang diterima Kapolres Tanbu, ujar Agus Wahyudi, di wilayah perbatasan sangat rentan dengan tumpang tindih kartu pemilih dalam pemilu nanti. “Sehingga polisi perlu mewaspadai kartu pemilih itu, apakah warga perbatasan ikut Kabupaten Tanbu atau Kabupaten Banjar,” kata Agus mengutif pernyataan Kapolresnya.

Sebelumnya, Bupati tanbu Zairullah azhar bersama kakak kandungnya, Hamsury yang juga Camat Kusan Hulu melakukan dialog interaktif di sebuah televisi swasta di Jakarta, Rabu (14/1). Sejumlah warga di tanbu berharapa polemik perbatasan tersebut diharapkan segera diselesaikan sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Warga mendukung Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan maupun DPRD Kalsel yang berniat membuat peraturan daerah terkait tata ruang dan tata wilayah menjadikan hutan yang berada di pegunungan meratus itu menjadi cagar alam dan daerah resapan air. Apalagi hutan lindung yang tersisa sekatrang ini dijadikan hutan untuk marga satwa.

Menurut warga kalau hutan dilereng pegunungan meratus itu dibiarkan dijarah penambang tanpa izin (peti) maupun penembang liar (bangli) sekalipun telah mendapatkan izin dari pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan eksploitasi hutan untuk pertambangan itu, bukan mustahil Kota Batulicin dan sekitarnya bakal tenggelam.

Bupati: Yang Demo Bukan Warga Paramasan!

Selasa, 3 Februari 2009 | 10:28 WITA

MARTAPURA, SELASA - Bupati Kabupaten Banjar, GH Khairul Saleh menggelar jumpa pers terkait aksi warga ke Polda Kalsel yang mengatasnamakan  warga Desa Paramasan.

Hadir dalam jumpa pers ibun Kades Paramasan Bawah Ibun, Kabag Hukum DR hary dan sejumlah pejabat di lingkungna Pemerintah Kabupaten Banjar.

Menurut Ibun, warga yang demo ke Polda Kalsel bukan warga Paramasan, namun warga Piani Rantau. Karena itu Pemkab Banjar meminta Polda Kalsel mengusutnya aksi yang membawa-bawa nama Desa Paramasan.

Sunday, February 15, 2009

Puluhan Orang Menyerang Desa Dadap Hulu Raya

Friday, 26 December 2008 13:05 redaksi

BATULICIN - Rabu (24/12) sekitar pukul 14.15 Wita, di wilayah desa persiapan Dadap Hulu Raya nyaris terjadi konflik antara warga di daerah tapal batas Kabupaten Banjar dengan Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu).

Untung saja penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang ke desa persiapan itu, tidak ditanggapi emosional oleh warga desa yang ada di Kecamatan Kusan Hulu, Tanah Bumbu.

"Sehingga konflik tersebut tidak terjadi. Jika saja warga di desa sebelah tidak bisa menahan amarah mereka, sudah pasti bisa terjadi perang antarmereka," kata Imron yang kali pertama menerima informasi dari tapal batas.

Dikatakan Imron, informasi yang diterima dari Asisten I Bidang Pemerintahan Pemkab Tanbu Drs HA Sumardi MSi, mengatakan sekitar pukul 14.15 Wita Rabu kemarin, sekelompok warga yang diduga dari sebuah desa di daerah tapal batas, diduga telah melakukan penyerangan terhadap warga yang tinggal di Desa Dadap Hulu Raya, Tanbu.

Selain oknum yang diduga perangkat desa disertai 70 warga lainnya juga ikut bersama-sama, dalam melakukan penyerangan ke wilayah tapal batas yang bersengketa.

Saat dikonfirmasi Asisten I Bidang Pemerintahan Pemkab Tanbu membenarkan adanya penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang, berjumlah sekitar 70 orang.

Dalam insiden ini tidak ada korban jiwa. Begitu juga warga setempat, mereka mampu berusaha menahan emosi agar tidak terjadi konflik fisik meskipun kelompok penyerang sempat melakukan pengrusakan beberapa plang nama kantor desa dan pos pelayanan terpadu.

"Peristiwa ini memang tidak sempat terjadi bentrok fisik karena warga setempat yang tinggal di Desa Dadap Hulu Raya ini tidak melawan. Mereka sadar dan menahan emosi. Termasuk membiarkan begitu saja aksi perusakan papan plang kantor," ujar Sumardi.

Terkait kian meruncingnya persoalan sengketa tapal batas wilayah antara Tanbu-Banjar ini, Sumardi berharap Departemen Dalam Negeri (Depdagri) segera mengeluarkan keputusan tentang tapal batas ini dan menyurati Gubernur Kalsel untuk mencabut SK yang diterbitkan tentang penetapan batas wilayah tersebut. rah/mb02