Friday, August 22, 2008

Desa Tamunih Dapat Prioritas

Jumat, 22 Agustus 2008
BATULICIN - Desa Tamunih, Kecamatan Kusan Hulu, yang berada di wilayah perbatasan antara Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Banjar ini memang jauh dari ibukota Kabupaten. Awalnya penduduk desa ini hanya dihuni tiga kepala keluarga (KK) dan mereka berpencar-pencar. Desa tersebut boleh dibilang terisolir. Arus informasi dan komunikasi buntu. Jangankan televisi, penerangan listrik saat itupun, tidak ada.

Sejak lima tahun lalu, desa ini mengalami perubahan. Dimana ketika Tanah Bumbu resmi menjadi kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kotabaru, Pemkab Tanbu menjadikan Desa Tamunih sebagai desa prioritas untuk mendapatkan pelayanan dan pembinaan, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan sosial kemasyarakatan lainnya.

Dan hasilnya tentu menakjubkan. Pasalnya, desa ini mulai mengalami kemajuan yang cukup pesat. Baik dari pertambahan jumlah penduduknya maupun tersedianya fasilitas pelayanan yang memadai. Salah satunya, telah tersedia Puskesmas Pembantu (Pustu). Meski baru bisa direalisasikan pembangunannya beberapa bulan lalu, namun dengan tersedianya Pustu ini, maka warga setempat sudah mulai mendapat pelayanan kesehatan yang mamadai.

Puskesmas Pembantu ini, juga dilengkapi dengan peralatan medis, serta didukung oleh dua orang tenaga medis yang akan melayani masyarakat setempat.

“Alhamdulillah, kami sudah memiliki Pustu, sehingga kalau ada warga yang sakit, mereka sudah bisa mendapat pelayanan kesehatan dengan mudah dan dekat,” kata Dayat, warga desa setempat.

Dikatakanya, dulu apabila ada warga setempat yang sakit dan ingin berobat, mereka terpaksa menggunakan pengobatan alternatif berupa ramuan-ramuan melalui tenaga dukun atau tabib. Begitu juga jika ada yang ingin melahirkan, mereka hanya dibantu oleh bidan kampung.

Selain ketersediaan Puskesmas Pembantu, jumlah penduduk juga mulai bertambah. Dan setelah direlokasi tinggalnyapun sudah terkumpul dalam satu kompleks, sehingga mereka tidak lagi saling berjauhan.

Begitu juga penerangan listrik. Jika sebelumnya Desa Tamunih hanya ada lampu tembok yang berbahan bakar minyak tanah (mitan). Maka desa ini kini sudah tersedia listrik. Meski listrik tersebut masih swadaya warga dengan menggunakan mesin diesel.

Akses jalan menuju ibukota Batulicin yang bebrjarak 78 kilometer juga mulai bagus. Meski belum ditutup aspal. Tetapi kendaraan roda empat mulai bisa menembus desa yang paling jauh dari ibukota Batulicin ini.

Tak terkecuali pembangunan fasilitas pendidikan. Di Desa Tamunih ini, juga tersedia bangunan sekolah dasar (SD). Sehingga anak-anak setempat bisa mendapatakan pendidikan yang layak.

“Sekolah yang tersedia baru SDN, Pemkab Tanbu belum membangun SMPN atau sederajat sebab jumlah penduduk belum memenuhi syarat,” katanya. (kry)

Thursday, August 14, 2008

Kongres Masyarakat Adat Se-Kalsel, "Lindungi Hak Ulayat Kami"

Kamis, 14-08-2008 | 00:30:32

BARABAI, BPOST - Permasalahan terhadap hak pemilikan atas tanah dalam masyarakat adat di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada zaman itu sistem hukum pertanahan yang dijalankan pemerintah berorientasi pada sistem hukum Belanda dan Eropa.

Hukum tersebut mengabaikan keberadaan hukum adat termasuk hak kepemilikan tanah adat (ulayat). Atas dasar itu pula klaim adat atas sebuah kawasan hutan kadang berbenturan dengan status hutan yang diterapkan pemerintah.

Masyarakat adat memandang hutan sebagai lumbung kehidupan dalam mencari dan menjaga keseimbangan alam. Karena itu mereka menganggap pemerintah daerah tidak mengakomodasi kepentingan adat mereka.

Hal tersebut dibahas dalam kongres Persatuan Masyarakat Adat (Permada) se Kalimantan Selatan yang digelar di Desa Atiran Kecamatan Batang Alai Timur (BAT), Senin (11/8).

Ketua Permada Kalsel Jonson Masri mengatakan dalam kongres ini mereka akan merumuskan mengenai hak ulayat, agar pemerintah mengakuinya sebagai bagian dari kelangsungan hidup mereka yang tinggal di kawasan pegunungan Meratus.

"Banyak contoh hak adat tidak dipedulikan pemerintah. Seperti pemanfaatan sarang walet, batu bara dan sawit," sebutnya. Dalam kasus tersebut, kata Jonson, pemerintah dengan mudah memberikan izin pembukaan lahan kepada investor untuk memanfaatkan hutan yang di dalamnya terdapat tanah hak ulayat.

"Kami kadang menjadi penonton saat tanah kami dieksploitasi. Dalam kongres ini kami ingin rekomendasi hasil kesepakatan masyarakat adat diperhatikan pemerintah," katanya.

Sementara Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin yang kemarin membuka kongres di Desa Atiran berjanji akan lebih memperhatikan keberadaan masyarakat adat."Masyarakat adat bagian dari rakyat yang harus mendapat perhatian dari pemerintah. Saya berharap hasil kongres ini bisa membuat program kerja yang realitis yang bisa disampaikan kepada pemerintah," katanya. (arl)

Wednesday, August 13, 2008

Masyarakat Adat Rambah Dunia Politik

13 August, 2008 08:04:00

BARABAI - Masyarakat adat sudah lebih dulu ada. Mereka hidup dalam tatanan yang rapi, damai dan sejahtera dengan nilai-nilai kultural dan ritual masing-masing.

Pasca kemeredekaan RI masyarakat adat menghendaki agar negara menghormati, mengakui dan melindungi hak-hak mereka termasuk hak tradisional yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 18 tentang sikap negara terhadap masyarakat adat.

Selain UUD, pengakuan terhadap masyarakat adat juga terkoordinir dalam struktur organisasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang merupakan lembaga dunia. Dimana PBB berupaya mengakomodir hak-hak dan semua pemenuhan kebutuhan serta kepentingan masyarakat adat.

Bahkan semua itu telah pula dideklarasikan PBB pada 9 Agustus yang ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat sedunia.

Hal itu terungkap dalam sambutan Kamardi utusan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang berkantor pusat di Jakarta pada Kongres Persatuan Masyarakat Adat (Permada) Kalsel di Balai Atiran, Desa Atiran Kecamatan Batang Alai Timur HST.

"Sampai saat ini AMAN beranggotakan 1.280 komunitas masyarakat adat seluruh Indonesia, dengan total 60-65 juta jiwa. Ini sungguh signifikan bila masyarakat adat terlibat dan memberi warna dalam dunia perpolitikan," ujarnya.

Pada Kongres III AMAN di Kalimantan Barat 2007 lalu seluruh masyarakat adat didorong untuk ikut dalam ranah politik melalui bidang Direktorat Perluasan Partisipasi Politik Masyarakat Adat.

Hingga saat ini sudah 15 kantor cabang AMAN yang masuk keranah politik. Tujuh diantaranya masuk dalam daftar calon bupati dan wakil bupati dan 2 diantaranya masuk dalam daftar calon gubernur.

Menilik Budaya Warga Lereng Pengunungan Meratus

06 August, 2008 08:45:00

RANTAU-Kabupaten Tapin memiliki banyak budaya yang sangat menarik untuk diteliti, atau bahkan mungkin dijual untuk sebuah wisata petualangan, salah satunya tentang kehidupan masyarakat yang menghuni di lereng pengunungan meratus.

Menurut Kabid Seni Budaya Ibnu Mas'ud SIP, budaya yang terdapat pada suatu daerah sebenarnya adalah gambaran jati diri suatu komunitas, bahkan suatu bangsa yang didalamnya terdapat tatanan aturan yang menyatu dengan pola kehidupan masyarakat pendukungnya, aturan tersebut meliputi kultur, politik, sosial bahkan pendidikan bagi generasi mereka.

Masyarakat lereng pengunungan meratus yang selama ini di kenal sebagai masyarakat yang teresolir, umumnya dianggap sebagai masyarakat yang primitif, tetapi kenyataan dari semua itu sangatlah bertolak belakang dari yang mereka perkirakan, ucapnya. Keterbelakangan mereka justru disebabkan oleh akses jalan sulit hingga hubungan dengan dunia luarpun jadi terhalangi, walaupun demikian mereka tetap menjalani hidupnya dan keinginan yang kuat, untuk hidup yang lebih layak seperti masyarakat di dataran yang sudah mempunyai fasilitas umum seperti jalan yang memadai, kata Ibnu Mas'ud.

Menjaga hubungan baik satu sama lainnya, tetap mereka perhatikan dan merupakan ciri budaya mereka dengan pola kebersamaannya yang sangat kental, seperti halnya gontong royong. Hal ini terlihat jelas disaat mereka melaksanakan upacara aruh di balai-balai adat yang ada disetiap desa,lereng pegunungan meratus.

Kecamatan Piani adalah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Tapin, mempunyai jarak tempuh sekitar 16 KM dari Kota Rantau, merupakan kecamatan yang terletak di kaki lereng Meratus, Kecamatan ini terdapat delapan buah balai adat.

Misalnya, Balai Adat Batung, Balai Adat Danau Darah, Balai Adat Bagandah, Balai Adat Ranai Baru (Lahung Kipung), Balai Adat Balawaian hilir, Balai Adat Harakit 1 dan Harakit 2.

Kemudian Balai Adat Mancabung (Pipitak Jaya). Uniknya dari tatanan delapan buah adat diatur oleh Kepala adat. Sedangkan untuk tatanan hukum di masyarakat diatur oleh penghulu adat. Pada dasarnya, apapun yang diatur oleh Kepala adat, apabila dilanggar oleh masyarakat maka akan memberikan hukuman/sanksi oleh Penghulu adat, jelas Ibnu Mas,ud.rul/mb03