Wednesday, 30 May 2007 01:50
LAGU pop bernada ceria membahana dari lokasi hajatan pernikahan salah satu warga Dayak Manyan di Desa Warukin, Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong, Sabtu (26/5).
Dua speaker di sudut kiri halaman rumah mempelai di RT 3 desa itu berdetak kencang seiring tempo lagu. Para tamu yang hadir pun tampak larut dalam alunan lagu-lagu yang sedang ngetop itu.
Ini berbeda dari kebiasaan warga suku itu, yang biasanya menyajikan hiburan saat pesta pernikahan dengan tarian giring-giring. "Sekarang disesuaikan kemampuan yang punya hajatan," kata Ulinawati, Kepala Desa Warukin.
Mencari penari giring-giring di zaman seperti sekarang, menurutnya relatif sulit. Di desa setempat hanya ada satu grup tari yang kini sedang bertolak mengikuti festival tari Dayak ke Jakarta.
Ditambah lagi saat ini banyak warga Desa Warukin bekerja di sektor formal seperti di perusahaan atau pegawai negeri. Karena itu mereka tidak punya banyak waktu dan dana untuk menggelar hajatan sesuai adat yang biasanya berlangsung sampai tiga hari berturut-turut.
Humas Adat warga Dayak Manyan Warukin, Deny Djohn, mengatakan tak hanya pakaian pengantin dan hiburan bagi para tamu yang mulai mengalami pergeseran mengikuti tren zaman. Ada pula sejumlah tahapan adat yang sengaja dipangkas karena bukan keharusan.
"Misalnya, tradisi potong tali banjang sebagai bentuk penerimaan keluarga salah satu mempelai yang berasal dari luar kampung. Sebagian dari kami tidak menyelenggarakan lagi, karena sudah cukup prosesi inti, seperti hukum adat," paparnya.
Menurutnya prosesi potong tali banjang-- berupa tali katun yang digantungi aneka buah-buahan dan janur, kini merepotkan karena harus mengundang balian dari luar kampung.
Di kampung setempat tidak ada lagi balian, karena rata-rata warga telah beragama Kristen.
Dari semua tahapan pernikahan warga Dayak, hanya hukum adat saja yang masih dipertahankan. Biasanya tahapan simbolis ini dilakukan sehari atau sesaat sebelum kedua mempelai dipertemukan dan duduk di pelaminan.
Hukum adat adalah tahapan pembicaraan lebih lanjut yang melibatkan seluruh anggota keluarga besar terhadap lamaran yang diajukan mempelai pria.
Pada kesempatan itu keluarga besar kedua belah pihak juga saling berkenalan, menyampaikan tanggapan dan persetujuan atas pernikahan yang akan dilaksanakan.
Selain hukum adat tradisi yang masih lestari adalah turus tajak atau pembacaan sumbangan para tamu undangan. Pada kesempatan ini jumlah sumbangan dan pesan si penyumbang dibacakan secara langsung oleh penghulu adat atau yang bersangkutan sebagai kenang-kenangan dan ucapan selamat.
Waktu penyelenggaraan pernikahan juga relatif unik, biasanya menjelang Magrib sampai dini hari. Menurut Ulinawati, hal tersebut sudah dilakukan sejak dulu menyiasati kesibukan tetangga dan handai taulan di ladang pada siang hari. nda