Jumat, 27 April 2007
Banjarmasin, Kompas - Kepolisian Resor Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, membebaskan Rudiansyah, kepala adat Desa Pambakulan, dan Effendi, warga Desa Mantin, dari tahanan, Kamis (26/4), dengan alasan keduanya sangat diperlukan untuk memimpin upacara adat. Keduanya ditahan karena membawa senjata api tanpa izin.
Rudiansyah dan Effendi sudah mendekam selama 12 hari di Rumah Tahanan Barabai, Hulu Sungai Tengah. Mereka ditahan polisi karena didapati membawa senapan rakitan di Pasar Birayang, Kecamatan Batang Alai Selatan, Sabtu (14/4).
Karena Rudiansyah dan Effendi merupakan tokoh penting bagi masyarakat desa di kaki Pegunungan Meratus itu, Rabu lalu sekitar 100 warga Dayak yang tergabung dalam Persatuan Masyarakat Adat (Permada) Kalsel mendatangi Polres Hulu Sungai Tengah untuk meminta agar penahanan Rudiansyah dan Effendi ditangguhkan.
Menurut warga suku Dayak itu, Rudiansyah dan Effendi sangat diperlukan untuk memimpin upacara adat Mahanyari Banih yang akan digelar 5 Mei mendatang. Dengan alasan itu, polisi akhirnya mengabulkan tuntutan warga.
Kepala Polres Hulu Sungai Tengah Ajun Komisaris Besar Eko Krismianto menjelaskan, penahanan ditangguhkan karena sudah ada surat permohonan dan jaminan dari keluarga kedua tersangka.
Semua kepala adat di Hulu Sungai Tengah juga sudah menyampaikan surat kesediaan untuk menyosialisasikan aturan tentang larangan membawa senjata rakitan untuk berburu ke tempat keramaian, kecuali saat bekerja di rumah ladang atau hutan.
Tidak tahu ada larangan
Karena melanggar aturan itulah, menurut Krismianto, Rudiansyah dan Effendi ditangkap. Apalagi, warga Birayang belum lepas dari kekhawatiran karena beberapa waktu lalu di daerah itu terjadi perampokan dengan menggunakan senapan rakitan.
"Keduanya ditangkap polisi untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan karena mereka berada di tengah keramaian pasar," kata Krismianto.
Ketua Permada Kalsel Zonson Masri menduga Rudiansyah dan Effendi tidak mengetahui adanya larangan membawa senjata api rakitan. Pasalnya, membawa senjata rakitan untuk berburu babi hutan sudah merupakan hal yang lumrah bagi warga di desa mereka.
"Sebaiknya, kalau ada warga yang membawa senjata tidak langsung ditangkap, tetapi diberi peringatan dan perjanjian untuk tidak mengulanginya lagi. Cara seperti itu akan lebih mendidik," kata Zonson. (FUL)
No comments:
Post a Comment