Senin, 18 September 2006 01:01:12
Kandangan, BPost
Untuk menjaga kelestarian hutan di Pegunungan Meratus, masyarakat Dayak Loksado memiliki aturan tersendiri, yakni setiap orang yang membakar satu pohon dikenakan denda Rp50 ribu.
Meski tak tertulis aturan itu dihargai oleh masyarakat setempat. Namun kadang pembakaran lahan juga berimbas pada terbakarnya pohon.
Rahat (70), peladang Malinau mengakui pada bulan ini mereka siap melakukan pembakaran lahan.
"Kami melaksanakannya dengan gotong royong supaya tak menyebar ke lahan lain tapi tiap tahun tetap ada saja kebakaran meluas," akunya.
Pantauan BPost, Minggu (17/9), ratusan peladang dari 48 balai adat di Kecamatan Loksado serentak melakukan pembakaran lahan pada September ini. titik lahan siap dibakar warga terlihat di sepanjang jalan Kecamatan Loksado.
Dimulai dari wilayah Halunuk, Panggungan, Tanuhi, Malinau, Lumpangi, Loksado, Haratai, Kamawakan, Ulang bahkan sampai perbatasan dengan Hulu Sungai Tengah.
Pengamat sosial HSS Rahmad Iriadi SP yang juga ikut memantau areal siap dibakar ini mengkhawatirkan hal ini berdampak negatif terhadap lingkungan hutan.
"Bayangkan bila satu balai adat ada enam kepala keluarga dan masing-masing kepala keluarga membakar satu sampai dua hektare tiap tahun, berapa ratus hektar lahan terbakar setiap tahun," kata sekretaris PKB HSS ini.
Dia memprediksi tidak mustahil dalam jangka waktu beberapa puluh tahun mendatang hutan rakyat bisa habis.
Plt Kadishutbun HSS Ir Udi Prasetyo, mengakui mulai minggu terakhir September secara serentak masyarakat adat melakukan tradisi pembakaran lahan. Namun sejauh pantauan pihaknya, pembakaran masih sebatas semak belum menyentuh hutan lindung.
Namun diakuinya memang lahan milik masyarakat yang dibakar bukan saja terjadi di luar kawasan hutan lindung tapi juga ada yang di dalam kawasan. "Karena ada ladang milik masyarakat yang dalam kawasan hutan," katanya.
Pemkab tak bisa mengubah tradisi warga yang sudah turun temurun tersebut. Cara buka ladang dengan bakar lahan ini selain berdampak positif juga bisa negatif.
Positifnya cara membakar ini membuat kesuburan tanah karena kandangan nitrogen hasil pembakaran semak berubah jadi humus. Negatifnya, bila kebakaran merayap ke kawasan hutan lindung dan pohon keras juga ikut dibabat.
Dishutbun melakukan penataan dengan sistem pembakaran terkendali. Warga yang membakar melapor ke pembakal setempat dan kemudian diberitahukan kepada Polhut agar pembakaran diawasi.
Selain itu juga sudah dikampanyekan sistem ladang gilir balik. Di mana lahan yang telah diladangi dalam jangka beberapa tahun kemudian diladangi kembali." Atau dengan melaksanakan pertanian sistem tumpang sari di daerah pegunungan," tambah Udi. ary
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
Thursday, October 12, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment