Sabtu, 29-03-2008 | 00:40:10
SEKITAR 20 pria dan perempuan dewasa duduk bersila membentuk lingkaran, bermusyawarah. Di hadapannya tampak empat piring kaca dan uang Rp 9.000 dalam sebuah mangkuk tembaga.
Meskipun sesekali melontarkan guyonan segar mencairkan suasana, mereka terlihat serius. Maklum, musyawarah yang digelar itu membahas gugatan cerai salah satu warga desa setempat kepada pasangannya.
Di kalangan warga Dayak Manyaan, Desa Warukin, Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong, Minggu (23/3), pukul 21.00 Wita, pasangan yang sedang dibicarakan nasib perkawinannya itu adalah, Sari dan Ardi (keduanya nama samaran).
Sari sudah sekitar dua tahun menikah dengan Ardi. Ia menggugat cerai karena tidak tahan dengan perilaku kasar suaminya itu. Karena pernikahannya dulu dilakukan secara adat, maka perceraiannya pun secara adat pula.
Keduanya didampingi beberapa perwakilan keluarga besar masing-masing. Mulai dari orangtua, paman, bibi, bahkan saudara sepupu. Mereka dipertemukan dalam forum adat yang dihadiri tetua, tokoh masyarakat, tokoh agama dan aparat pemerintahan.
Maksud kehadiran keluarga besar pasangan, kata Kepala Lembaga Adat Warukin, Rumbun, sebagai simbol penyelesaian masalah secara kekeluargaan. Sebab, bagi warga dayak di Warukin yang sebagian besar telah menganut agama, perkawinan merupakan pertalian sakral yang harus dipertahankan.
Di sana tiap orang yang hadir diberikan kesempatan menyampaikan pandangan atau pendapatnya terhadap perkawinan pasangan yang sedang bermasalah.
Selain nasihat, biasanya disertai paparan untung rugi bila berpisah. Semuanya dikatakan dalam bahasa dayak.
Kalaupun tidak bisa dipertahankan, setiap pihak diingatkan kewajibannya agar tidak ada yang dirugikan apalagi teraniaya. Sehingga saat sudah bercerai, hubungan kekeluargaan tetap terjaga. (nda)
No comments:
Post a Comment