Tuesday, June 17, 2008

Ritual Bapalas Rumah Warga Dayak, Berharap Roh Jahat Enyah

 
Minggu, 27-04-2008 | 00:59:01

Menghuni rumah atau bangunan baru bagi warga Dayak Manyaan seperti di Desa Warukin tak bisa sembarangan. Agar dapat hidup tenteram dan kerasan, rumah atau bangunan baru tersebut harus dipalas atau diselamati.

Karena itu, saat ada rencana menggelar aruh besar yakni perkawinan bagunung perak, Minggu (27/4), para tetuha adat, tokoh desa serta warga setempat lebih dulu menggelar upacara bapalas balai adat. Maklum, balai adat yang dipakai tempat acara masih baru dan belum pernah dipalas.

Ritual bapalas balai digelar, Jumat (25/4) malam. Prosesi dipimpin dua balian bawo atau balian laki-laki dan satu balian dadas atau balian wanita. Para balian di kalangan masyarakat Dayak diyakini sebagai orang pintar dan sakti yang dapat menghubungkan dunia atas (alam gaib) dengan dunia manusia.

Mereka memandu pelaksanaan palas yang terbagi dalam beberapa tahapan ritual dengan sejumlah sesaji seperti beras, gula merah, telur, ayam, kelapa serta aneka kue tradisional seperti lamang, apam dan pais. Aneka sesaji itu menggambarkan hantaran yang akan diberikan sebagai bekal kepada roh jahat penunggu balai yang akan diusir ke alam lain.

Mula-mula tetuha adat, Rumbun memberikan sambutan dalam Bahasa Manyaan perihal tujuan dilakukannya palas balai. Selanjutnya tiga balian mulai menembangkan mamang atau mantra dalam Bahasa Mulung atau sanskerta yang cuma dimengerti kalangan balian.

Mereka cuma memakai kain sarung penutup setengah badan pada balian bawo dan tapih yang menutup sampai dada untuk balian dadas. Sebagai pelengkap balian bawo memakai ikat kepala dan kalung gigi binatang buas. Semua balian menghiasi tubuh dengan kapur sirih dan membasuh muka dengan asap dupa.

Sambil bamamang, para balian juga mengitari tumpukan sesaji di tengah ruangan dan sejumlah penjuru balai secara bergantian.   

Sesekali mereka menggerak-gerakkan kedua tangannya yang berhias gelang kuningan berbentuk khusus sehingga menimbulkan suara gemericing khas.

“Ritual ini untuk menyampaikan kepada dewa atau roh suci bahwa rumah atau bangunan ini mohon permisi ditempati, juga supaya penghuninya terhindar dari roh jahat dan malapetaka,” papar Ardinanto, salah satu balian yang juga tokoh adat di Warukin.

Menurut Ardinanto ritual itu lahir karena masyarakat Dayak percaya keberadaan roh penunggu pohon-pohon besar. Padahal setiap mendirikan rumah pasti menebang kayu, sehingga kemungkinan tertebang pohon yang ada penunggunya.

Pelaksanaan ritual sebenarnya sekitar dua jam saja. Namun bisa berlangsung semalaman karena sebelum acara dimulai sejumlah tamu undangan disuguhi hidangan untuk disantap bersama. Selanjutnya saat ritual akan dimulai, sejumlah penabuh gendang, kenong dan gong akan memainkan musik Dayak memanggil warga desa.

Biaya palas balai kemarin ditanggung PT Adaro Indonesia yang bekerja sama dengan Bagian Pariwisata Kabupaten Tabalong. Selama ini masyarakat Dayak mulai jarang menggelar ritual tersebut karena terbentur biaya yang bisa mencapai puluhan juta rupiah. (anjar wulandari)

No comments: