Monday, April 30, 2007

Kongres Masyarakat Adat Penguatan untuk Melawan Kebangkrutan Ekonomi

Sabtu, 17 Maret 2007

Pontianak, Kompas - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara melakukan penguatan organisasi dan penguatan partisipasi politik sebagai bentuk perlawanan atas penindasan politis yang dialami masyarakat adat selama ini.

"Agenda kongres kali ini, ya, dua hal itu, di saat seluruh masyarakat harus menghadapi kebangkrutan ekonomi seperti sekarang ini," kata Wakil Ketua I Kongres Masyarakat Adat Nusantara III Mina Susana Setra, Jumat (16/3) di Pontianak, Kalimantan Barat. Kongres yang berlangsung pada 17-20 Maret 2007 ini merupakan lanjutan dari kongres pertama di Yogyakarta (1999) dan kongres kedua di Lombok (2003). Kongres ketiga akan dihadiri sekitar 1.500 orang perwakilan masyarakat adat di Indonesia.

Menurut Mina, penindasan secara politis bagi masyarakat adat masih terjadi di sejumlah wilayah yang tereksploitasi sumber daya alamnya dan masyarakat adat kurang diperhatikan kepentingannya. Eksploitasi pihak luar itu sering menimbulkan kerusakan alam yang akhirnya merugikan masyarakat adat.

Mina menjelaskan, masyarakat adat yang memperjuangkan kepentingannya selama ini masih menemui kendala ketika pihak yang mengeksploitasi sumber daya alam setempat memanfaatkan kekuasaan secara politis untuk mengesampingkan kepentingan mereka.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR (salah satunya membidangi lingkungan) Sonny Keraf, Jumat malam di Jakarta, menyambut baik kongres tersebut dan menyatakan pelibatan masyarakat adat atau lokal penting agar mereka menerima manfaat langsung. Selama ini mereka lebih sering menjadi korban, termasuk pencemaran lingkungan dari aktivitas usaha.

Menurut Sonny Keraf, kurangnya kepedulian pemerintah terhadap lingkungan hidup tercermin pada lambannya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Sumber Daya Alam. Seretnya penanganan RUU sekaligus cerminan adanya perbedaan sikap tentang masyarakat adat. Pembahasan lebih dari tiga tahun tentang RUU Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang tak kunjung usai, diwarnai tarik ulur pengaturan hak masyarakat adat dan kelembagaannya. Departemen Kehutanan bahkan mempersoalkan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat adat, sedangkan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral mengkhawatirkan eksploitasi hutan oleh masyarakat adat akan dicampuri pihak lain.

Kasus di lapangan

Pengabaian peran masyarakat adat, menurut Mina, terlihat pada kasus pembukaan perkebunan sawit di Kabupaten Bengkayang, Kalbar, yang akhirnya memicu konflik antara pengusaha dan masyarakat adat setempat.

"Penyelesaian konflik akhirnya tidak berpihak kepada masyarakat adat karena kepentingan pengusaha terus dijalankan dengan pengawalan aparat keamanan. Bentuk penindasan politis semacam ini yang tak bisa dihadapi masyarakat adat selama ini," katanya. (WHY/GSA/NAW)

Wednesday, April 04, 2007

Masyarakat Adat Bentuk Parpol

Rabu, 21 Maret 2007 02:29

Banjarmasin, BPost
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sepakat membentuk partai politik (parpol). Dalam kongresnya di Pontianak, Kalimantan Barat, yang berakhir Selasa (20/3), wacana itu menjadi tema yang paling hangat disambut oleh para utusan.

Salah seorang anggota Dewan Adat AMAN Kalsel, Johnson Maseri mengungkapkan, wacana pembentukan parpol telah mencuat sejak kongres pertama 1999 lalu. Namun pada kongres ketiga pada tahun ini desakan itu semakin kencang.

"Keinginan membentuk partai politik bukan berarti menjadikan AMAN sebagai partai politik, melainkan partai baru yang dibidani kader-kader AMAN dari pusat sampai di daerah," ujarnya saat dihubungi BPost, Selasa (20/3).

Menurut Johnson yang juga Ketua Aliansi Persatuan Masyarakat Adat (Permada) Kalsel ini, sebagian besar perwakilan dari seluruh Indonesia menginginkan pada pemilu 2009, parpol itu sudah tampil.

Namun, dalam kongres yang diikuti 1.500 perwakilan itu belum memastikan waktu persisnya parpol dideklarasikan. Hingga kini masih terjadi perdebatan sengit secara internal.

Diakui, tak semua perwakilan setuju ide pembentukan parpol baru. Ada juga pemikiran yang menyatakan, cukup dengan menempatkan dan mendukung penuh kader-kader AMAN di parpol yang sudah ada.

"Memang perlu pertimbangan matang untuk pembentukan parpol. Apa positifnya dan apa dampak negatifnya masih dikaji lebih jauh," ucapnya.

Ide pembentukan parpol yang mewadai komunitas adat mendapat tanggapan positif dari sejumlah tokoh di daerah. Hal itu dinilai akan menyegarkan kehidupan perpolitikan di daerah.

"Selama ini keberadaan komunitas adat hanya mendapat pengakuan formal, namun belum diberikan kesempatan ikut membangun daerah. Padahal kami pun ingin berpartisipasi di bidang yang lebih luas, baik di pemerintahan maupun politik," cetus, Ulinawati, wanita keturunan Suku Dayak, yang juga Kepala Desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong, kemarin.

Selama ini, katanya, prosentase warga Dayak yang duduk di pemerintahan atau kepengurusan partai politik masih sedikit. Padahal dari sisi kualitas sumber daya manusia (SDM) telah ada peningkatan signifikan.

Dipaparkan, di Desa Warukin saja kini setidaknya terdapat 40 warganya bergelar sarjana. Kebanyakan dari disiplin ilmu sosial, keguruan, bahkan kedokteran. Tapi realitasnya, di Tabalong wakil suku Dayak di DPRD hanya satu orang. Sedangkan perwakilan di pemerintahan kabupaten sekitar 3 orang.

Dermi Uly, Ketua Kerukunan Warga Dayak Tanjung-Murung Pudak tak kalah antusiasnya merespons wacana tersebut. Ia berharap parpol tersebut kelak bisa menyuarakan aspirasi warga adat sampai ke tingkat pusat.

Pengamat Politik Unlam Banjarmasin, Apriansyah menilai keinginan masyarakat adat membentuk parpol adalah sesuatu yang wajar. Menurutnya, untuk mengirim utusan golongan di legislatif memang harus melalui partai politik. Namun kans AMAN untuk meraup suara besar dengan mendirikan sebuah parpol pun masih meragukan. Pasalnya, 60 persen suku di pedalaman Indonesia tidak terdata.

"Belum lagi masalah pendidikan politik yang rendah, dan jumlah komunitas masyarakat adat yang tidak terlalu banyak. Terbukti dari beberapa pemilu, suara dari suku pedalaman cukup kecil," tambahnya.

Karena itu, pembentukan parpol sah-sah saja, namun hal itu perlu pertimbangan lebih matang. Jika tidak maka parpol tersebut akan tereliminir.

"Dan itu akan menjadi pekerjaan yang sia-sia. Sementara pembentukan parpol pekerjaan yang besar," tandas Apri, sapaan Apriansyah.ais/nda