Monday, March 26, 2007

MELONGOK KEHIDUPAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL (1) Jalan Kaki Lima Pal Tiap Hari

Selasa, 13 Februari 2007 01:45

HIRUK PIKUK era milenium boleh terus menggetarkan bumi. Yang pasti, cahaya kemajuan zaman itu nyaris tak menjamah kehidupan komunitas adat terpencil (KAT) di Desa Riam Adungan Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut.

Mereka tetap hidup miskin dan terbelakang di tengah kian gemerlapnya dunia. Kayu bakar, lampu teplok, jalanan berlumpur, dan ladang berpindah tetap menjadi bagian dari keseharian KAT di desa itu.

Sejuk dan rindang. Suasana natural ini langsung terasa begitu memasuki Desa Riam Adungan yang berjarak 30-an kilometer dari jalan arteri nasional arah Pelaihari-Kintap. Semak perdu dan hutan menjadi pemandangan di sepanjang jalan menuju desa di bagian paling hulu Kintap itu.

Cukup melelahkan menuju permukiman KAT di Riam Adungan. Driver harus benar-benar cekatan jika tidak ingin mobil slip akibat licinnya jalan atau menubruk pepohonan yang menghiasi kanan-kiri badan jalan.

Rumah kayu kusam beratapkan daun nipah menjadi pemandangan dominan ketika mulai memasuki permukiman KAT. Rumah permanen, bisa dihitung dengan jari. Penuturan Kepala Desa Riam Adungan Bahrani S tercatat 110-an kepala keluarga di desa itu hidup miskin atau termasuk KAT.

Kehidupan mereka umumnya serba kekurangan, baik sandang, pangan, maupun papan. Mastaniah, misalnya. Kepada BPost, Jumat (9/2) pekan tadi, perempuan berusia 65-an tahun ini mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maklum, wanita tua ini kini hidup sendirian. Suaminya meninggal dunia sejak 30-an tahun silam.

Sementara anak sematawayangnya, Arbayah, sudah berkeluarga dan hidup bersama suami. Meski hidup terasa berat, Mastaniah tak pernah putus asa. Dengan fisiknya yang renta, ia tetap mencari nafkah sebagai buruh tani seperti menyiang (membersihkan) tanaman dengan upah Rp15 ribu sehari.

Itu pun tidak mudah, karena lokasi ladang umumnya cukup jauh dan harus ditempuh dengan berjalan kaki. "Hampir tiap hari saya mengambil upah menyiang. Ladangnya di balik hutan sana, ada lima pal jaraknya," tutur Mastaniah.

Buruh tani dilakoninya saat pasca tugal padi, seperti saat ini. Ia sendiri hingga kini tetap bercocok tanam padi meski hanya beberapa borong yang diperkirakan akan panen tiga bulan lagi.

Namun hasilnya tidak seberapa karena selalu diserang hama babi. Hasil panen tidak cukup untuk dimakan selama setahun sehingga harus menjadi buruh tani. idda royani

No comments: