Minggu, 15 Oktober 2006 02:03:22
Pontianak - Institut Dayakologi meluncurkan buku "Mutiara Damai dari Kalimantan", dalam upaya membangun kembali perdamaian di Kalimantan Barat. Kalbar dalam sejarahnya memang kerap dilanda konflik etnis, yang tidak sedikit menimbulkan korban jiwa maupun harta benda.
Ketua Segerak Pancur Kasih, AR Mecer, di Pontianak, Sabtu (14/10), mengatakan terjadi 13 kali kerusuhan antara Dayak-Madura, dua kali Melayu-Madura dan satu kali antara Tionghoa-Dayak serta antara sesama Dayak di masa lalu (pengayauan/mengayau). Konflik etnis terakhir terjadi pada 2002 di Kota Pontianak.
Meski tidak terjadi lagi, benih-benih konflik masih ada. Secara nyata masih bisa dilihat adanya kelompok etnis yang belum menerima etnis lainnya masuk ke wilayah mereka. Benih-benih konflik tersebut, menurut Mecer, harus dihilangkan dengan membudayakan perdamaian.
"Buku Mutiara Damai dari Kalimantan" yang memiliki 258 halaman ditulis selama tiga bulan oleh lima peneliti Institut Dayakologi yang terdiri atas R Giring, Uray Endang Kusumajaya, Pandhita Eny Enawaty (Budha), Subro, Leo Sutrisno.
Mecer berharap masyarakat Kalbar membacanya dan memahami betapa tidak ada gunanya konflik. Konflik merugikan banyak pihak.klc
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
Wednesday, October 18, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment