Selasa, 07 Oktober 2008 11:09 redaksi
PARINGIN - Masyarakat Desa Kapul, Kecamatan Halong menyelenggarakan Aruh Baharin sejak Kamis (2/10). Upacara adat ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur atas panen dan hasil usaha selama beberapa tahun terakhir. Sesuai rencana, Aruh Baharin diadakan selama tujuh hari tujuh malam, hingga Kamis (8/10).
Kurnaeni, pembakal Desa Kapul menjelaskan, Aruh Baharin sebenarnya merupakan tradisi penganut Kaharingan. Namun dalam perkembangannya, warga yang memeluk agama apapun juga turut terlibat dalam ritual ini.
"Di Kapul ini ada Budha, Kristen, Hindu dan Islam. Hampir semuanya ikut gotong-royong mempersiapkan upacara ini. Tak ada bayaran untuk mereka," terang Kurnaeni.
Aruh Baharin diadakan oleh kelompok-kelompok masyarakat adat. Di Desa Kapul, terdapat 3 (tiga) kelompok penyelenggara Aruh, yakni Kelompok Pak Ayi, Kelompok Pak Cana dan Kelompok Balai.
Masing-masing kelompok beranggotakan antara 25 hingga 30 kepala keluarga. Dana yang dibutuhkan untuk mengadakan Aruh Baharin ditanggung oleh setiap anggota kelompok, sesuai kemampuan dan hasil usaha yang diperoleh.
Aruh Baharin kali ini, kata Kurnaeni, diadakan oleh Kelompok Pak Ayi, yang memiliki 26 anggota. Dana yang dikeluarkan tidak kurang dari Rp.125 juta. Sebagian besar biaya terpakai untuk menyediakan hadangan (hewan kurban) yang berupa lima kerbau, 11 kambing dan dua kuintal ayam.
Khusus untuk hadangan kerbau, penyelenggara mendatangkannya dari Kotabaru dan Pelaihari, Tanah Laut. Harga tiap kerbau mencapai Rp.15 juta.
Secara keseluruhan, urut-urutan acara dalam Aruh Baharin yakni pengambilan dan pembuatan perlengkapan upacara dari janur kelapa (bedadaunan), pemasangan ornamen dan perlengkapan upacara (iwewe), pelaksanaan acara puncak dan pemotongan binatang hadangan, lalu diakhiri dengan pengantaran sesaji ke ladang yang merupakan sumber mata pencaharian utama warga Dayak Halong di Desa Kapul.
Tradisi
Selain acara-acara "resmi" itu, ada pula kegiatan yang sebenarnya dilarang oleh hukum, namun tetap dilakukan selama Aruh Baharin karena telah dianggap sebagai "tradisi", yaitu berjudi. Bentuk judi yang paling sering terlihat di luar Balai Adat pada saat pelaksanaan Aruh Baharin adalah sabung ayam dan judi dadu.
Rusliansyah, tokoh adat Desa Kapul menuturkan, selama ini teguran aparat kepolisian terkait perjudian tersebut hanya dianggap angin lalu. "Waktu di Halong ini belum ada kantor polisi, judi seperti ini sudah ada jauh hari sebelumnya. Jadi, judi di sini tidak bisa disamakan dengan judi di kota-kota. Ini tradisi," katanya.
Namun Rusliansyah mengakui, diantara masyarakat Dayak sendiri sudah lama timbul pro dan kontra mengenai "tradisi" adu nasib itu. "Karena sebagian beranggapan, secara tidak langsung judi mendorong tindakan kriminal, seperti perampokan dan perkelahian," imbuh dia.
{[Acara Puncak]}
Acara puncak Aruh Baharin dilaksanakan pada Minggu (5/10). Dalam acara puncak itu, beberapa prosesi yang dilakukan antara lain, mencuci beras ketan di Sungai Balangan oleh tamu undangan wanita, tari-tarian, bakapur dan bamamang yang dilakukan oleh para balian (ahli pengobatan tradisional Dayak Halong) serta penyembelihan binatang hadangan.
"Pada malam harinya, makan bersama yang diikuti oleh seluruh tamu undangan," ujar Kurnaeni. Dia memperkirakan, jumlah tamu undangan yang hadir pada malam tersebut sebanyak dua ribuan orang.
Aruh Baharin yang diadakan Kelompok Pak Ayik tak hanya diikuti oleh warga Kapul dan beberapa desa sekitar di Kecamatan Halong. Sejumlah petinggi adat dari luar daerah terlihat hadir, antara lain dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
"Kami juga punya acara adat seperti ini, yang bernama Bontang dan Marabia. Itu sama dengan Aruh ini," ucap S. Larai, Demang Adat Dayak dari Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah.
Kepala Polres Balangan AKBP Ebet Gunandar beserta Kepala Polsek Halong AKP Jatmiko, mendadak hadir di lokasi acara pada Minggu sore. Mereka berdialog dengan warga, kemudian menyaksikan proses penyembelihan binatang hadangan yang dilakukan di halaman Balai Adat.
Warga juga memberikan cindera mata berupa parang kepada Kapolres, yang diserahkan oleh seorang gadis Dayak Halong yang baru saja diterima menjadi Polisi Wanita, Bripda Lena. "Sampai sekarang, baru Lena wanita Dayak di sini yang jadi Polwan," sela Kurnaeni, yang memandu penyerahan cindera mata tersebut.