Tuesday, June 17, 2008

Ritual Perceraian Warga Dayak Warukin (2-Habis) : Penggugat Harus Serahkan Hantaran

Minggu, 30-03-2008 | 00:35:05

SEBELUM prosesi perceraian, biasanya si penggugat menyerahkan hantaran sebagai syarat membuka musyawarah berupa beras dan seekor ayam jantan yang telah disembelih. Itu sebagai simbol permintaan diuruskan hajat gugatan cerai.

Kemarin, Sari lah yang menyerahkan hantaran itu ke Ketua Lembaga Adat Rumbun. Ia yang berinisiatif menggugat cerai secara adat.

Menurut Rumbun, bila dalam musyawarah pertama kedua pasangan memilih rujuk, maka mereka harus menyerahkan hantaran tahap kedua berupa beras dan ayam hidup sebagai pertanda diberikan lagi kesempatan membina rumah tangga. Selain itu akan dibuatkan surat perjanjian bermaterai di antara pasangan agar jadi pegangan jika suatu hari bermasalah lagi.

Namun bila dipilih bercerai maka dibahas ketentuan hak dan kewajiban masing-masing.

"Tahap ini merupakan tahap pertama. Bisa saja terjadi rujuk. Bila tidak bisa juga maka akan diperhitungkan dan ditetapkan soal pembagian harta, hak asuh anak dan lain-lain. Tapi harus jelas alasan bercerai," kata Rumbun.

Bila sidang adat memutuskan pasangan resmi bercerai, maka akan diterbitkan surat bermaterai yang jadi rekomendasi pengurusan berkas perceraian di catatan sipil. Namun meskipun berkas resmi yang diakui pemerintah belum terbit, kedua pasangan sudah dianggap cerai oleh masyarakat.

Dalam sidang kemarin, pasangan Sari dan Ardi masih diberikan waktu untuk melakukan instrospeksi diri dan perenungan. Sidang lanjutan akan diagendakan lagi untuk mengambil keputusan. Bila tetap ngotot bercerai, maka keduanya diminta membuat kesepakatan tentang harta gono gini dan hak asuh anak. (nda)

Siswa Dayak Minta SMA

Selasa, 10-06-2008 | 00:41:10

BARABAI, BPOST - Puluhan siswa yang berasal dari sejumlah desa terpencil di Kecamatan Batang Alai Timur, Hulu Sungai Tengah (HST), belum lama ini berkumpul di Balai Adat Batu Kembar, Desa Hinas Kiri. Mereka menggelar dialog seputar permasalahan sekolah dan nasib siswa terpencil agar tetap bisa bersekolah.

Sebagai generasi suku Dayak yang tidak ingin melihat komunitasnya dianggap terbelakang, mereka bertekad untuk tetap bersekolah hingga jenjang pendidikan atas dan kalau memungkinkan hingga perguruan tinggi.

Beberapa permintaan mereka adalah dibangunkan asrama di Desa Hinas Kiri, dibangunkan sekolah setingkat SMA di desa yang sama dan minta beasiswa bagi para siswa pedalaman yang selama menempuh pendidikan terpisah jauh dari orangtua.

Alasan yang mendasari mereka memilih Desa Hinas Kiri sebagai lokasi penempatan sekolah dan asrama, mengingat akses terdekat untuk mereka bisa melanjutkan pendidikan adalah desa tersebut. Terlebih lagi, di sana telah berdiri SD/SMP satu atap yang berarti untuk wajib belajar sembilan tahun sudah memungkinkan.

“Kita berharap ada SMA di desa ini agar tidak terlalu jauh melanjutkan sekolah setelah lulus SD/SMP. Selain itu, di sini masih memungkinkan untuk bekerja sambil sekolah,” tutur Sahdi, salah seorang siswa SMP satu atap.

Pilihan bekerja sambil sekolah bagi siswa Dayak bukanlah hal yang asing mengingat pekerjaan seperti itu sudah biasa mereka lakukan sejak masih SD. “Kami sekeluarga sudah terbiasa mencari uang sendiri apabila ingin beli sesuatu, makanya kalau ingin tetap sekolah pun kami dituntut untuk tidak membebani orangtua, mulai dari keperluan baju seragam hingga uang jajan,” tutur Wana, siswa kelas enam dari SDN Batu Perahu.

Atas dasar pertimbangan itu, mereka sangat berharap ada SMA di desa tersebut. Pasalnya, kalau harus melanjutkan SMA ke ibukota Kecamatan Batang Alai Selatan yang merupakan SMA terdekat dari Desa Hinas Kiri (sekitar 24 kilometer), mereka tidak ada bayangan pekerjaan.

“Kalau di sini kami masih bisa sambil mangambil upah menyadap karet, memotong kayu atau pekerjaan-pekerjaan lainnya, sementara di sana belum pasti,” kata siswa yang lain.(yud)
Menunggu Giliran

Harapan siswa Dayak memiliki SMA dan asrama di Hinas Kiri, ditanggapi positif oleh Dinas Pendidikan HST. Hanya saja pemkab setempat terkendala anggaran.

Saat ini, pemkab setempat masih fokus pada penuntasan wajib belajar sembilan tahun melalui penambahan ruang belajar SD yang masih kurang, rehabilitasi ruang sekolah atau gedung SD yang rusak parah, termasuk rehabilitasi rumah-rumah dinas guru.

Kabid Prasarana Dinas Pendidikan HST, H Noor Asyikin mengatakan, jika prioritas tersebut telah terwujud, asrama akan segera menyusul, termasuk pembangunan SMA di Batang Alai Timur.

“Kita kembali dulu ke skala prioritas, jika sekarang sudah ada SD/SMP satu atap, selanjutnya pemerintah akan memikirkan jenjang selanjutnya, SMA sederajat,” lanjut Asyikin. (yud)

Kebakaran di Kampung Dayak

Selasa, 20-05-2008 | 00:45:10

TANJUNG, BPOST - Warga kampung Dayak Manyan di Desa Warukin tepatnya RT 03 Bajut, Kecamatan Tanta, Kabupaten Tabalong, Minggu (18/5) Pukul 21.30 Wita geger. Mereka dikejutkan teriakan salah satu warga, Paulina Lirim yang menjerit karena rumahnya terbakar.

Sontak warga malam itu berhamburan keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata api sudah melalap bagian belakang rumah nenek berusia 65 tahun itu.

"Saya kaget waktu mendengar teriakan saat mau makan malam. Saya langsung keluar dan melihat api mulai membesar. Pertamanya di bagian dapur saja," kata Deny Djohn, warga yang rumahnya persis di seberang rumah terbakar.

Ketua BKPM Desa Warukin itu mengatakan, upaya warga memadamkan api tidak berhasil bahkan api makin membesar saat menyambar peralatan memasak di dapur. Sambil menunggu kedatangan pemadam, mereka memilih membantu menyelamatkan harta benda warga yang rumahnya berada dekat dengan sumber api.

Tiga buah rumah terbakar, saat kejadian itu. Kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Selain rumah Paulina, api menghanguskan rumah menantunya Matias alias Inung yang terletak di belakang dan rumah tetangganya Aris Rentak yang terletak di sisi kanan.

Kini para korban tinggal seadanya seperti di pelataran rumah yang terbakar, sebagian menumpang di rumah sanak saudara yang dekat. Kebakaran itu adalah terbesar yang pernah terjadi di desa tersebut. Tahun lalu, di desa itu juga ada sebuah gereja terbakar dengan kerugian puluhan juta.

Kepala UPT BPK Tabalong, Sukono, mengatakan, tindakan pengamanan dilakukan dengan menurunkan dua unit BPK milik Pemkab Tabalong, satu uni BPK Kecamatan Tanta, Kreamsakt, Ujung Murung dan dari daerah tetangga Balangan, Lampihong serta dari perusahaan seperti PT SIS dan PAMA.

Paginya, Bupati Tabalong Rachman Ramsyi dan Kapolres AKPB Taufik Supriyadi langsung meninjau lokasi. Saat itu Rachman memberikan bantuan sembako untuk korban kebakaran. (nda)

Ritual Bapalas Rumah Warga Dayak, Berharap Roh Jahat Enyah

 
Minggu, 27-04-2008 | 00:59:01

Menghuni rumah atau bangunan baru bagi warga Dayak Manyaan seperti di Desa Warukin tak bisa sembarangan. Agar dapat hidup tenteram dan kerasan, rumah atau bangunan baru tersebut harus dipalas atau diselamati.

Karena itu, saat ada rencana menggelar aruh besar yakni perkawinan bagunung perak, Minggu (27/4), para tetuha adat, tokoh desa serta warga setempat lebih dulu menggelar upacara bapalas balai adat. Maklum, balai adat yang dipakai tempat acara masih baru dan belum pernah dipalas.

Ritual bapalas balai digelar, Jumat (25/4) malam. Prosesi dipimpin dua balian bawo atau balian laki-laki dan satu balian dadas atau balian wanita. Para balian di kalangan masyarakat Dayak diyakini sebagai orang pintar dan sakti yang dapat menghubungkan dunia atas (alam gaib) dengan dunia manusia.

Mereka memandu pelaksanaan palas yang terbagi dalam beberapa tahapan ritual dengan sejumlah sesaji seperti beras, gula merah, telur, ayam, kelapa serta aneka kue tradisional seperti lamang, apam dan pais. Aneka sesaji itu menggambarkan hantaran yang akan diberikan sebagai bekal kepada roh jahat penunggu balai yang akan diusir ke alam lain.

Mula-mula tetuha adat, Rumbun memberikan sambutan dalam Bahasa Manyaan perihal tujuan dilakukannya palas balai. Selanjutnya tiga balian mulai menembangkan mamang atau mantra dalam Bahasa Mulung atau sanskerta yang cuma dimengerti kalangan balian.

Mereka cuma memakai kain sarung penutup setengah badan pada balian bawo dan tapih yang menutup sampai dada untuk balian dadas. Sebagai pelengkap balian bawo memakai ikat kepala dan kalung gigi binatang buas. Semua balian menghiasi tubuh dengan kapur sirih dan membasuh muka dengan asap dupa.

Sambil bamamang, para balian juga mengitari tumpukan sesaji di tengah ruangan dan sejumlah penjuru balai secara bergantian.   

Sesekali mereka menggerak-gerakkan kedua tangannya yang berhias gelang kuningan berbentuk khusus sehingga menimbulkan suara gemericing khas.

“Ritual ini untuk menyampaikan kepada dewa atau roh suci bahwa rumah atau bangunan ini mohon permisi ditempati, juga supaya penghuninya terhindar dari roh jahat dan malapetaka,” papar Ardinanto, salah satu balian yang juga tokoh adat di Warukin.

Menurut Ardinanto ritual itu lahir karena masyarakat Dayak percaya keberadaan roh penunggu pohon-pohon besar. Padahal setiap mendirikan rumah pasti menebang kayu, sehingga kemungkinan tertebang pohon yang ada penunggunya.

Pelaksanaan ritual sebenarnya sekitar dua jam saja. Namun bisa berlangsung semalaman karena sebelum acara dimulai sejumlah tamu undangan disuguhi hidangan untuk disantap bersama. Selanjutnya saat ritual akan dimulai, sejumlah penabuh gendang, kenong dan gong akan memainkan musik Dayak memanggil warga desa.

Biaya palas balai kemarin ditanggung PT Adaro Indonesia yang bekerja sama dengan Bagian Pariwisata Kabupaten Tabalong. Selama ini masyarakat Dayak mulai jarang menggelar ritual tersebut karena terbentur biaya yang bisa mencapai puluhan juta rupiah. (anjar wulandari)

KUNJUNGAN GUBERNUR KE AJUNG (2-HABIS), Pertama Datang, Gubernur Dihadiahi Mandau

Senin, 14-04-2008 | 00:59:14

SEBAGAI desa terpencil, Desa Ajung di Kecamatan Tebing Kabupaten Balangan sangat minim fasilitas. Selain kondisi jalan masih memprihatinkan, desa setempat juga belum teraliri listrik dari PLN.

Agar warga desa yang masih melestarikan adat sebagai komunitas Dayak itu tidak ketinggalan informasi dan bisa maju lebih cepat, pemerintah berupaya memberikan fasilitas ekstra. Sejak akhir tahun 2007 lalu, 100 kepala keluarga (KK) di desa setempat rumahnya dipasangi modul pembangkit listrik tenaga surya. Modul atau alat yang mirip antena parabola berbentuk segi empat itu terpasang di hampir tiap rumah di desa setempat.

Sebelumnya, warga desa sudah bisa menikmati tontonan di televisi dengan menggunakan genset. Namun, penggunaannya terbatas karena bahan bakar yang harus dibeli dari kota dan relatif boros.

Dengan modul pembangkit listrik tenaga matahari itu, warga tidak lagi mengeluarkan uang. Mereka cukup merawat dan membersihkan perangkat modul yang terdiri dari lempengan penangkap panas sinar matahari yang dihubungan dengan kabel dan kotak khusus seperti tabung aki untuk menampung arus listrik.

Modul berdaya 100 watt itu bisa digunakan semalaman jika sekadar menyalakan lampu penerangan. Tapi bila menyalakan televisi harus menambah daya dengan menggabungkan dua modul.

“Ya sekarang kada kadap (gelap) lagi. Dahulu kadada listrik terpaksa pakai lampu minyak. Tapi setelah ada alat itu, bisa menghidupi lampu,” kata Bi’ih, warga Pitap.

Penggunaan 100 modul pembangkit listrik tenaga surya untuk 100 KK di desa setempat, Kamis lalu diresmikan Gubernur Kalsel, HM Rudy Arifin. Menurut Rudy, modul tersebut bantuan dari Dinas Pertambangan dan Energi dalam rangka pengentasan masyarakat desa terpencil.

Selain modul listrik, Rudy juga meresmikan permukiman Komunitas Adat Terpencil (KAT) Dayak Pitap. Sebanyak 100 unit rumah kayu berukuran 5x6 meter persegi dibangun di sebelah barat desa untuk menampung warga yang tidak memiliki rumah.

Selama ini masih ada sebagian warga dayak yang tinggal di hutan atau di kebun karet dan tanah pertanian yang digarapnya sekaligus untuk menjaga kebun dari serangan binatang hutan. Kondisi itu membuat kehidupan mereka kurang layak.

Dengan dibangunnya permukiman yang semi permanen, setidaknya diharapkan warga punya rumah untuk pulang. Hal itu sekaligus untuk mengurangi aktivitas warga pedalaman yang suka berpindah-pindah sehingga berdampak terhadap lingkungan, khususnya hutan.

“Dengan bantuan ini bukan berarti menghilangkan kelestarian seni budaya warga yang terbiasa hidup di hutan. Seni budaya itu tetap ada, tapi taraf kehidupan warganya lebih baik,” kata Rudy.

Pada kesempatan itu Gubernur Kalsel Rudy Ariffin ditahbiskan sebagai warga kehormatan suku dayak Pitap Ajung. Itu sebagai penghargaan karena dia satu-satunya gubernur Kalsel yang pernah datang dan melihat kondisi perkampungan dayak setempat yang terpencil. Untuk itu Kepala Adat, Rahmadi menyerahkan sebilah mandau dan lanjung--tas warga dayak, serta ikat kepala dari kain. (anjar wulandari)

Ritual Perceraian Warga Dayak Warukin (1) : Keluarga Besar Ikut Beri Nasihat

 
Sabtu, 29-03-2008 | 00:40:10

SEKITAR 20 pria dan perempuan dewasa duduk bersila membentuk lingkaran, bermusyawarah. Di hadapannya tampak empat piring kaca dan uang Rp 9.000 dalam sebuah mangkuk tembaga.

Meskipun sesekali melontarkan guyonan segar mencairkan suasana, mereka terlihat serius. Maklum, musyawarah yang digelar itu membahas gugatan cerai salah satu warga desa setempat kepada pasangannya.

Di kalangan warga Dayak Manyaan, Desa Warukin, Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong, Minggu (23/3), pukul 21.00 Wita, pasangan yang sedang dibicarakan nasib perkawinannya itu adalah, Sari dan Ardi (keduanya nama samaran).

Sari sudah sekitar dua tahun menikah dengan Ardi. Ia menggugat cerai karena tidak tahan dengan perilaku kasar suaminya itu. Karena pernikahannya dulu dilakukan secara adat, maka perceraiannya pun secara adat pula.

Keduanya didampingi beberapa perwakilan keluarga besar masing-masing. Mulai dari orangtua, paman, bibi, bahkan saudara sepupu. Mereka dipertemukan dalam forum adat yang dihadiri tetua, tokoh masyarakat, tokoh agama dan aparat pemerintahan.

Maksud kehadiran keluarga besar pasangan, kata Kepala Lembaga Adat Warukin, Rumbun, sebagai simbol penyelesaian masalah secara kekeluargaan. Sebab, bagi warga dayak di Warukin yang sebagian besar telah menganut agama, perkawinan merupakan pertalian sakral yang harus dipertahankan.

Di sana tiap orang yang hadir diberikan kesempatan menyampaikan pandangan atau pendapatnya terhadap perkawinan pasangan yang sedang bermasalah.

Selain nasihat, biasanya disertai paparan untung rugi bila berpisah. Semuanya dikatakan dalam bahasa dayak.

Kalaupun tidak bisa dipertahankan, setiap pihak diingatkan kewajibannya agar tidak ada yang dirugikan apalagi teraniaya. Sehingga saat sudah bercerai, hubungan kekeluargaan tetap terjaga. (nda)